SINGARAJA | patrolipost.com – Suhu air laut yang meningkat berpotensi merusak terumbu karang. Terumbu karang yang mengalami pemutihan massal berpotensi berlanjut pada kerusakan tingkat parah.
Menurut laporan reuters, ahli konservasi Indonesia Nyoman Sugiarto mengungkapkan frekuensi pemutihan karang massal di Pantai Utara Bali. Sugiarto yang telah bekerja selama 16 tahun untuk melestarikan terumbu karang di Bali merasa cemas terkait masa depan terumbu karang tempat berkembangnya biota laut.
Sembilan puluh persen karang yang dipelihara Sugiarto di terumbu dekat desanya di Bondalem, pantai utara Bali, kehilangan warnanya pada bulan Desember lalu.
“Warnanya putih semua. Kami terkejut dan tentu saja, hal ini juga berdampak negatif pada karang yang kami tanam. Bukan hanya karang alami,” kata Sugiarto (51), dikutip dari Reuters.
Ketika Sugiarto memulai proyek konservasi karang pada tahun 2008, ia diberitahu bahwa karang dapat mempertahankan alga hidup yang memberi warna selama 10 hingga 20 tahun.
Namun, terumbu karang di lepas Pantai Bondalem mengalami pemutihan dalam waktu kurang dari 10 tahun dan menyalahkan suhu laut yang lebih hangat yang dipicu oleh perubahan iklim.
Namun, Sugiarto mengatakan ia bertekad untuk melanjutkan kampanyenya untuk melestarikan karang, dan mengadvokasi konservasi karang kepada generasi muda Indonesia dan mencari dana untuk membentuk komunitas desa untuk memantau penangkapan ikan ilegal.
“Kami merasa mempunyai kewajiban untuk menjaga kelestarian biota bawah laut khususnya karang,” ujarnya.
Pemutihan karang terjadi ketika karang mengeluarkan alga berwarna-warni yang hidup di jaringannya. Tanpa alga, karang menjadi pucat dan pada akhirnya akan mati.
Pada bulan April 2024, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengatakan lebih dari 54% kawasan terumbu karang di lautan dunia mengalami tekanan panas pada tingkat pemutihan, yang merupakan peristiwa pemutihan global keempat dalam tiga dekade terakhir.
Sementara itu, penasihat konservasi laut di Coral Triangle Center, Marthen Welly mengemukakan, pemutihan karang di Bali pada akhir tahun 2023 terutama disebabkan oleh kenaikan suhu laut akibat fenomena El Nino yang melanda Indonesia.
Indonesia mengalami musim kemarau terparah pada tahun lalu sejak 2019 akibat El Nino. Meskipun terumbu karang di Indonesia lebih tangguh dan cenderung pulih lebih cepat, Marthen mengatakan hal tersebut tidak akan cukup untuk menahan kenaikan suhu laut.
“Diperkirakan pemutihan karang akan lebih sering terjadi, antara satu atau dua tahun dengan suhu saat ini,” ujarnya, mengutip penelitian terbaru Great Barrier Reef Marine Park Authority dan Australian Institute of Marine Science.
Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata RI, Indonesia memiliki sekitar 5,1 juta hektar terumbu karang dan mencakup 18% dari total terumbu karang dunia. (pp04)