Klaim Tanah di Serangan, Diam-diam BTID-Pemkot Denpasar Lakukan Pertemuan Tertutup

2022 04 22 10 51 19 073
2022 04 22 10 51 19 073

Tanah Siti “Ipung” Sapura di Desa Serangan yang diklaim banyak pihak. 

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – PT Bali Turtle Island Development (BTID) yang selama ini dikenal irit bicara, Rabu (20/4/2022) mendadak membuat pertemuan tertutup yang dihadiri Asisten I Permkot Denpasar Made Toya, dan Kabag Hukum Ni Komang Lestari Kusuma Dewi.

Hadir pula dalam pertemuan itu perwakilan dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali yang diwakili I Ketut Subandi, BPN Kota Denpasar yang diwakili I Made Suanta dan Camat Densel, I Made Sumarsana. Kapolsek Densel, Kompol I Gede Sudiatmaja juga hadir dalam petemuan itu. Sementara dari pihak PT. BTID dihadiri General Manager (GM) Security Emergency Response & Community Partnership, I Made Sumantra dan Bagian Legal BTID yaitu Saputra dan Agung Buana.

Tak ketinggalan pula hadir Kasi Pengukuran BPN Kota Denpasar, Made Subrata, Lurah Serangan, I Wayan Karma, Bendesa Adat Serangan, I Made Sedana, Bendahara Desa Adat Serangan, I Nyoman Kemuk Antara serta perwakilan Prajuru, Kaling dan warga Desa Adat Serangan.

Usai pertemuan, Bendahara Desa Adat Serangan I Nyoman Kemuk Antara mengatakan, dalam pertemuan tertutup itu, masing-masing yaitu antara pihak Desa Adat dan PT BTID sama-sama memaparkan dan menunjukan bukti kepemilikan yang sah atas lahan tersebut.

Dikatakannya, sangat lucu bila BTID mengklaim tanah itu miliknya. Sebab yang jelas sampai terbitnya sertifikat, pihak desa mengacu pada sejarah tanah itu dari tahun 1957 dan adanya keputusan dari Mahkamah Agung (MA) di tahun 2020.

“Tidak mungkin kami memohon sertifikat tanpa dasar. Selain itu juga sebelum memohonkan sertifikat tanah itu, kami sudah menelusuri,” katanya usai pertemuan tertutup yang dihelat di salah satu rumah makan di kawasan Renon, Denpasar.

Dalam petemuan, Kemuk dan beberapa warga serangan yang hadir sempat dibuat terkejut dengan data yang dimiliki oleh pihak BTID. Di mana BTID mengeluarkan dokumen yang sebenarnya dokumen itu dimilik oleh pihak Desa, BPN dan Pemkot Denpasar.

Dokumen atau gambar yang dimaksud adalah peta batas-batas kawasan kehutanan yang ada di Serangan. Dalam dokumen yang ditunjukkan oleh pihak BTID, ada yang warnai atau diarsir dengan warna kuning.

“Terus terang kami merasa terkejut bahwa baru kali ini BTID mengeluarkan dokumen tersebut. mengklaim terkait tanah itu (tanah atas nama desa adat) yang ditandai dengan tanda kuning,” papar Kemuk.

Ia pun bersama pihak terkait meminta beberapa pihak termasuk Badan Pertahanan Nasional (BPN) untuk menelusuri lalu mencari tahu prosesnya agar permasalahan tersebut bisa lebih jelas.

Di samping itu, pihaknya juga meminta agar pihak kehutanan bisa menentukan tapal batas kehutanan tanah yang diserahkan kepada PT. BTID. Hal ini dimaksud agar ada kejelasan.

“Yang jelas, kami di desa sudah mengantongi bukti-bukti sebelum BTID ada di Serangan, yaitu dari tahun 1957 kami sudah punya dokumen tersebut. Kalau yang kami punya ini dianggap salah, lalu apakah yang sekarang itu benar, kan gak logis. Makanya sekarang pasti dengan adanya sejarah yang terdahulu,” tegasnya.

Dikatan pula, dalam petemuan pihak kehutanan sudah jelas mengatakan bahwa gambar yang ditandai warna kuning bukan kawasan kehutanan yang diserahkan ke BTID.

Yang terakhir, kata Kemuk, dari hasil pertemuan kali ini ada kesimpulan agar ada permohonan dalam hal ini pihak BTID untuk memohon, karena ini menyangkut lembaga sehingga penyampaiannya pun harus formal.

Sementara dari pengakuan dua orang sumber yang juga ikut dalam pertemuan tertutup yang tidak mau namanya tulis mengatakan, pihak BTID tidak bisa berbuat banyak saat dicecar pertanyaan soal dokumen atau gambar batas-batas kawasan kehutanan yang diarsir dengan warna kuning.

“Saya merasa aneh aja, gambar atau dokumen batas kawasan kehutanan yang ditunjukan oleh pihak BTID ini kan baik Desa, BPN dan Pemkot Denpasar juga punya. Tapi yang ada pada kami, BPN, Pemkot dan Dinas Kehutanan tidak ada bagian yang diberi warna kuning itu,” jelas sumber.

Atas hal menurut sumber tadi, pihak BTID dipermalukan karena dokumen yang ada padanya kenapa tidak sama dengan dokumen yang petama kali diserahkan. Anehnya lagi, gambar yang diwarnai itu sebut tanah milik BTID.

“Akhirnya sama pak Kemuk dijawab data itu kenapa baru dimunculkan, sedangkan gambar kesepakatan antara desa dengan BTID yang dikasih ke Wali Kota tidak ada yang diwarnai kuning,” katanya.

Pihak BTID sendiri saat ditanya kenapa didata awal tidak ada bagian yang diwarnai kuning, menurut sumber tadi BTID hanya menjawab lupa. Masih menurut sumber, atas adanya coretan kuning pihak BPN Denpasar pun beraksi.

Pihak BPN, kata sumber tadi langsung membantah dan mengatakan itu bukan lupa tapi memang tidak ada di Peta Blok Tanah di BPN. Sehingga tanah itu tidak bisa di klaim oleh BTID karena tanah itu tidak masuk di data yang ada di BPN, tapi jika itu ada maka itu bukan produk BPN Kota Denpasar.

Di tempat terpisah Kabag Humas Pemkot Denpasar, Dewa Gede Rai saat dikonfirmasi awalnya mengatakan tidak tahu ada pertemuan tertutup ini. Tapi setelah disebut bahwa dalam pertemuan ada Asisten I, pejabat yang akrab disapa Dewa Rai ini langsung mencari informasi dan membenarkan adanya pertemuan ini.

Dewa Rai menjelaskan, informasi yang didapat dari Asisten I, dalam pertemuan Pemkot Denpasar hanya sebagai penengah saja. Dan dalam pertemuan itu juga belum ada kesimpulan apa-apa terkait tanah itu.

“Informasi dari pak Asisten I dalam pertemuan itu belum ada kesimpulan apa-apa antara BTID, Desa, BPN dan Dinas Kehutanan,” pejabat asal Klungkung ini.

Intinya, kata Dewa Rai bahwa Pemkot hanya menjadi penengah antara BTID dan Desa. Dikatakan lagi, Pemkot dalam hal ini hanya melihat bukti dan apa permasalahannya.

“Pemkot hanya melihat bukti yang punya dan apa masalahnya, karena dulu BTID yang menyerahkan ke Pemkot dan kemudian ada yang mengklaim, nah disini lah Pemkot mau pihak mana yang punya bukti kuat,” jelasnya. Lantas soal tanah warga yang diaspal, dikatakan bahwa dasarnya adalah adanya penyerahan lahan dari pihak BTID.

“Karena dulu BTID bilang tanah itu punya dia dan diserahkan ke Pemkot, sehingga bisa diaspal. Lalu muncul ada pihak yang mengklaim tanah yang diaspal miliknya, nah ini yang sedang dibahas supaya ada kejelasan,” pungkasnya.

Dewa Rai sempat meminta agar langsung menghubungi Asisten I agar mendapat data yang lengkap. Tapi saat wartawan mencoba menghubungi melalui telepon, Made Toya tidak mengangkat telpon.

Seperti diketahui, polemik tanah warga di kawasan Pulau Serangan, Denpasar Selatan yang berawal dari ditutupnya Jalan Tukad Punggawa oleh warga yang secara hukum tanah itu miliknya masih terus bergulir.

Pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar yang sebelumnya melalui Camat Denpasar Selatan, sempat menyatakan bahwa lahan yang menjadi Jalan Tukad Punggwa adalah milik Pemkot berdasarkan SK, saat ini terkesan tidak mau berbicara.

Atas hal itu, Siti “Ipung” Sapura yang dketahui adalah ahli waris dari Daeng Abdul Kadir selaku pemilik tanah pun sempat heran dan bertanya-tanya atas dasar apa Pemkot Denpasar mengaspal tanah miliknya tersebut. (wie)

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *