DENPASAR | patrolipost.com – Dua pelukis berbeda aliran (realis dan abstrak) Nur Ilham dan Made Mahendra Mangku berkolaborasi menggelar pameran bertajuk “Menembus Rasa” di Santrian Gallery, Sanur, Kamis (07/11/2019). Pameran bakal berlangsung hingga akhir Desember mendatang.
Didampingi manajer galeri, Made Dollar, Wayan Seriyoga Parta selaku kurator pameran menjelaskan masing-masing media seni lukis memiliki karakter dan keunikan tersendiri. Dengan daya cipta dan karsa para pelukis akan terus mengeksplorasi berbagai potensi hingga melampui batas teknik dan media.
Sebagaimana halnya seni lukis cat air di tangan pelukis Nur Ilham, media ini mampu melahirkan berbagai representasi yang mencapai hiperrealis. Karyanya menghadirkan objek-objek biasa yang ditemukannya dalam keseharian, namun cara menghadirkan objek-objek tersebut terlihata sangat tidak biasa.
Nur Ilham berpandangan bahwa baginya tidak ada benda mati. Ia melihat benda-benda tersebut hidup sebagaimana layaknya manusia, mereka mampu bicara walaupun tanpa suara. Melalui penguasaan skill teknik dan media yang tinggi, membuat karyanya memiliki dimensi lapisan makna yang tersirat.
Apalagi ditambah cara pandangnya terhadap objek, mampu menghadirkan karya berupa metafor. Objek biasa dihadirkan dengan sentuhan estetik yang kekuatan eksplorasi artistik. “Saya mencoba memberikan kesadaran, keindahan tidak hanya datang dari objek yang terlihat beautiful atau indah,” tutur Ilham.
Sementara, di lain pihak, Made Mahendra Mangku menuturkan bahwa media ini memberinya berbagai kemungkinan ekpresi spontan yang begitu kaya akan efek-efek warna. Mulai dari goresan warna dari brushstrokes, lelehan, dan cipratan warna, hingga endapan warna yang timbul dari efek air.
Pelukis yang setia mengeksplorasi aspek formal dalam estetika seni abstrak (non representasional) ini, mencoba bereksplorasi pada berbagai media seni lukis. Cat air merupakan salah satu media yang ia tekuni hingga kini. Menurutnya media tersebut selalu memberikan tantangan berbeda di saat berkarya.
Karakter cat air yang transparans, dengan kertas yang langsung menyerap warna tercampur air, membuat proses berkarya penuh dengan spontanitas. Menjadikan setiap proses berkarya berpeluang menemui kegagalan. Metode itu berupa penyelarasan antara ide atau pikiran, tangan, dan rasa.
“Saat semua aspek tersebut dapat selaras, sedari awal proses berkarya dimulai sudah dapat merasakan bahwa karya yang dibuat pasti akan mencapai harmoni,” kata Mahendra. Jadi, ketika dalam proses berkarya, ketiga aspek tersebut tidak selaras, karya tidak akan mencapai harmoni yang diharapkan.
Kata gagal sendiri tidak ada dalam benak Mahendra ketika berproses. Walaupun tergolong gagal dalam proses, Mangku tetap menyelesaikan setiap karyanya, karena dapat menjadi bahan evaluasi dan adanya keunikan cat air, menbuatnya tidak pernah bosan untuk bereksplorasi memakai media tersebut.
Secara visual, karya kedua perupa ini, Nur Ilham dan Manhendra Mangku, terlihat berbeda bahkan bertolak belakang, meski mereka berteman sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Seni Rupa (SMSR) di tahun 1990-an dan baru bertemu kembali beberapa tahun terakhir melalui media sosial. (246)