DOHA | patrolipost.com – Qatar sebagai mediator konflik Israel-Hamas umumkan gencatan senjata yang dimulai pada Jumat (24/11/2023) pagi. Selanjutnya, 13 sandera wanita dan anak-anak Israel dibebaskan pada hari pertama diberlakukannya gencatan senjata tersebut.
Diberitakan reuters, negara-negara besar menyambut berita ini dengan hati-hati. Namun pertempuran terus berkobar ketika waktu menghitung mundur rencana dimulainya jeda pertama dalam perang brutal yang telah berlangsung hampir tujuh minggu tersebut. Kedua belah pihak juga mengisyaratkan jeda sementara sebelum pertempuran dilanjutkan.
Gencatan senjata akan dimulai pada pukul 7 pagi waktu setempat (05.00 GMT) dan melibatkan gencatan senjata komprehensif di Gaza Utara dan Selatan, menurut Kementerian Luar Negeri Qatar.
Bantuan tambahan akan mulai mengalir ke Gaza dan sandera pertama termasuk perempuan lanjut usia akan dibebaskan pada pukul 4 sore (14.00 GMT), dengan jumlah total meningkat menjadi 50 selama empat hari, kata juru bicara kementerian Majed Al-Ansari di ibu kota Qatar, Doha.
Majed juga harapkan warga Palestina akan dibebaskan dari penjara Israel.
“Kami semua berharap gencatan senjata ini akan memberikan peluang untuk memulai upaya yang lebih luas untuk mencapai gencatan senjata permanen,” katanya kepada wartawan.
Seorang pejabat Departemen Luar Negeri Amerika menyebut gencatan senjata itu sebagai “momen penuh harapan”. Dia juga mengatakan, pemerintah akan berupaya menjamin pembebasan semua sandera dalam beberapa minggu mendatang.
Hamas, yang diperkirakan mendeklarasikan gencatan senjata dengan Israel sehari sebelumnya pada hari Kamis (23/11/2023) mengonfirmasi melalui saluran Telegramnya bahwa semua permusuhan dari pasukannya akan berhenti.
Namun Abu Ubaida, juru bicara sayap bersenjata Hamas, kemudian merujuk pada “gencatan senjata sementara ini” dalam pesan video. Dia menyerukan “eskalasi konfrontasi dengan (Israel) di semua lini perlawanan”, termasuk Tepi Barat yang diduduki Israel dimana kekerasan telah meningkat sejak perang Gaza meletus.
Militer Israel mengatakan pasukannya akan tetap berada di belakang garis gencatan senjata di Gaza, tanpa memberikan rincian mengenai posisinya.
“Ini akan menjadi hari-hari yang rumit dan tidak ada yang pasti… Bahkan selama proses ini mungkin ada perubahan,” kata juru bicara militer Israel, Daniel Hagari.
“Kontrol atas Gaza Utara adalah langkah pertama dari perang yang panjang, dan kami sedang mempersiapkan tahap selanjutnya,” tambahnya.
Menurut informasi dari kantor perdana menteri, Israel telah menerima daftar awal sandera yang akan dibebaskan dan telah menghubungi keluarga mereka.
Menjelang gencatan senjata, pertempuran terus berlanjut dengan intensitas yang lebih besar dari biasanya, dengan jet Israel menghantam lebih dari 300 sasaran dan tentara terlibat dalam pertempuran sengit di sekitar kamp pengungsi Jabalia di utara Kota Gaza. Seorang juru bicara militer Israel mengatakan operasi akan terus berlanjut sampai pasukan menerima perintah untuk berhenti.
Hamas mengatakan 30 orang tewas dalam serangan Israel terhadap sebuah sekolah yang berafiliasi dengan badan pengungsi Palestina PBB UNRWA di Jabalia, namun belum ada komentar langsung dari UNRWA terkait hal itu.
Sebelumnya, dari seberang pagar perbatasan Israel, kepulan asap terlihat mengepul di atas zona perang Gaza Utara disertai suara tembakan keras dan ledakan yang dahsyat.
Sementara itu, Direktur Kementerian Kesehatan Gaza, Mounier Al-Barsh, kepada Al Jazeera menginformasikan, rumah sakit Indonesia di Kota Gaza dibom Israel pada hari Kamis (23/11/2023) . Orang tua dan anak-anak yang terbaring di tempat tidur masih berada di rumah sakit yang sekarang beroperasi tanpa penerangan.
“Kami mengkhawatirkan nyawa 200 orang yang terluka dan staf medis,” kata juru bicara Kementerian Kesehatan Gaza Ashraf Al-Qidra.
Kekhawatiran internasional terfokus pada nasib rumah sakit, terutama di bagian utara Gaza, di mana semua fasilitas medis berhenti berfungsi karena pasien, staf, dan pengungsi terjebak di dalamnya.
Israel juga telah menahan kepala rumah sakit terbesar di Gaza, Al Shifa, untuk diinterogasi mengenai perannya dalam penggunaan rumah sakit tersebut sebagai pusat komando Hamas.
Hamas pun mengutuk penangkapan Direktur Shifa Muhammad Abu Salamiya dan dokter lain yang dikatakan sedang berusaha mengevakuasi pasien yang tersisa dan terluka dari fasilitas tersebut. (pp04)