DENPASAR | patrolipost.com – Sepasang suami istri (Pasutri) muda berinisial GGG – Kadek DKS ditangkap anggota Subdit V Siber Dit Reskrimsus Polda Bali karena melakukan tindak pidana pornografi. Pasangan yang baru dikaruniai satu orang anak ini merekam saat berhubungan badan, lalu videonya dijual ke group Telegram dengan harga Rp 200 ribu per anggota.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Satake Bayu menjelaskan, terbongkarnya kasus ini berawal dari personel Subdit V Siber Ditreskrimsus melaksanakan Patroli Siber, ditemukan adanya akun Twitter dengan 106 following dan 68,9K followers yang memposting video yang bermuatan pornografi. Di dalam video tersebut terlihat beberapa adegan hubungan badan antara beberapa orang dengan perempuan yang sama. Selanjutnya pada akun Twitter tersebut ditulis: “Open Group Exclusive Telegram” dan untuk bisa masuk ke grup tersebut harus membayar sebesar Rp200.000.
“Setelah dilakukan undercover buy ditemukan group telegram. Di dalam group telegram tersebut, tersangka yang merupakan admin dari grup tersebut membagikan vedeo porno dengan pemeran yang sama dengan pemeran video yang ada di akun Twitter sebelumnya. Dimana pemeran video porno tersebut diduga diperankan oleh tersangka bersama dengan istrinya,” ujar Kabid Humas.
Dengan adanya hasil Patroli Ciber tersebut, Jumat (22/7/2022) pukul 10.00 Wita, Tim Siber Dit Reskrimsus Polda Bali dibawah pimpinan AKP Zulfi Anshor Kholik SH melaksanakan penyelidikan dan diketahui bahwa pelaku merupakan pasangan suami istri. Ketika dilakukan penangkapan di daerah Gianyar dan diinterogasi terhadap tersangka, diketahui bahwa benar video yang ada di akun twitter dan grup telegram tersebut adalah video dan mereka berdua yang diposting oleh tersangka GGG dengan sepersetujuan Kadek DKS.
Kejadian ini telah berlangsung dari tahun 2019 tersangka mulai mengupload video porno mereka di Twitter untuk memenuhi fantasi seksual namun tidak berbayar. Selanjutnya pada akhir tahun 2020 tersangka baru membuat grup telegram yang digunakan pelaku untuk memposting video mereka berdua yang telah dibuat.
“Apabila ada yang ingin bergabung ke dalam grup telegram tersebut, tersangka meminta bayaran sebesar dua ratus ribu rupiah. Saat ini, tersangka memiliki tiga grup telegram yang beranggotakan ratusan orang dan keuntungan yang didapat hingga saat ini sebesar lima puluh juta rupiah,” terang alumni Akpol tahun 1992 ini.
Tersangka merupakan pasangan suami isteri, namun saat mereka lakukan pertama kali tahun 2019 mereka berstatus belum menikah. Tersangka membuat postingan video yang bermuatan pornografi di akun Twitter dan juga membuat grup Telegram yang merupakan grup berbagi video porno dimana apabila ingin bergabung grup tersebut harus melakukan pembayaran terlebih dahulu dengan alasan faktor ekonomi.
“Tersangka suaminya kita lakukan penahanan. Sedangkan isteri tidak ditahan karena pertimbangan anak mereka yang masih kecil,” tutur Satake Bayu.
Sementara barang bukti yang diamankan, satu buah handphone merk Realme C2 memori 3/32 warna biru, satu buah hardisk, satu buah akun Twitter yang digunakan untuk memposting video bermuatan pornografi dan satu buah akun telegram dengan 3 grup telegram berbayar yang berisi puluhan video porno yang dibuat dan diperankan oleh kedua pelaku.
Atas perbuatan tersebut, kedua pelaku dijerat Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) Undang-undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 4, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi dan/atau Pasal 55 KUHP.
Satake Bayu menegaskan, saat ini Dit Reskrimsus Polda Bali melalui Subdit Siber terus melakukan upaya untuk menekan penyebaran konten yang bermuatan pornografi di media sosial. Untuk saat ini baru dilakukan pengungkapan terhadap salah satu pemilik akun Twitter dan grup Telegram berbayar yang telah dilakukan penahanan. Namun Subdit Siber Dit Reskrimsus Polda Bali akan terus berupaya untuk melakukan penyelidikan dan pengungkapan terhadap para pemilik akun media sosial apapun yang melakukan pelanggaran. Tidak hanya terbatas pada penyebaran konten pornografi, namun terhadap pelanggaran atau bentuk kejahatan lainnya.
“Diharapkan dengan pengungkapan ini dapat membuat jera pelaku lainnya sehingga diharapkan masyarakat bisa bermedia sosial dengan sehat dan bisa memberikan edukasi untuk masyarakat,” pungkasnya. (007)