LABUAN BAJO | patrolipost.com – Untuk menghitung jumlah pengunjung masuk dalam kawasan, Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) akan menerapkan aplikasi Si Ora. Demikian disampaikan Kepala BTNK Hendrikus Rani Siga dalam konsultasi publik yang diselenggarakan oleh PT Flobamor pada Senin (11/12/2023) lalu.
Hendrikus menjelaskan saat ini pihaknya lagi menghitung kunjungan wisatawan ke Taman Nasional Komodo. Kata dia data jumlah kunjungan ada kaitannya dengan perputaran uang nantinya, baik untuk pelaku pariwisata dan juga pedagang-pedagang yang ada dalam Kawasan.
“Kita lagi menghitung daya dukung ke Taman Nasional Komodo ini berapa? Ini ada hubungan dengan perputaran uang nanti, baik teman-teman pelaku usaha pariwisata, pedagang-pedagang dalam kawasan termasuk kita mengoptimalkan beberapa tempat daya tarik wisata di luar. Sehingga kalau sudah penetapan daya dukung dalam kawasan itu ada implikasi nggak terhadap kunjungan di luar atau tidak,” ungkapnya, Selasa (19/12/2023).
Saat ini, kata Hendrikus, BTNK sudah mengembangkan aplikasi Si Ora dan sudah bisa didownload di Play Store. Hendrikus mengaku dengan adanya aplikasi tersebut bisa terjawab terkait isu-isu lingkungan, interpretasi dan pengamanan lingkungan.
“Saat ini kita sudah mengembangkan aplikasi Si Ora itu sudah bisa didownload di play store. Silakan teman-teman pelaku wisata pelajari karena saya akan membutuhkan waktu khusus untuk melakukan sosialisasi besar-besaran karena itu tadi terkait isu-isu lingkungan, intepretasi, pengamanan kawasan itu bisa terjawab dengan adanya aplikasi ini,” ucapnya.
“Ini terus dikembangkan dan mungkin versi satu belum sempurna kemudian kita akan keluar versi dua atau pun tiga, tentu tidak terlepas masukan dari teman-teman semua. Target saya pada tahun 2025, ini akan diterapkan secara total karena uji cobanya kita melakukan tiga tahap. Nanti semester pertama tahun 2024 itu sudah mulai coba melalui aplikasi Si Ora membeli tiket dan tahap pertamanya itu nanti reservasi kemudian keluarkan barcode setelah itu melakukan pembayaran,” tambahnya lagi.
Ia juga menyampaikan pihaknya sudah melakukan kerja sama dengan Bank BRI untuk mempermudah pembelian tiket secara online.
“Kami juga sudah melakukan kerjasama dengan Bank BRI supaya tiketing online sudah mulai berlaku di seluruh dunia darimana saja kita membelikannya. Jadi itu yang sedang berproses,” ucapnya.
Menurut Hendrikus, kebijakan penerapan One Gate System bentuk akuntabilitas BTNK terhadap pengelolaan di kawasan TNK karena uang itu langsung masuk dalam khas negara.
“Kebijakan One Gate System itu sebenarnya diambil sebenarnya bentuk akuntabilitas Balai TNK karena uang itu langsung masuk ke khas negara. Kalau manual seperti sekarang ini potensi lost-nya sangat tinggi,” ungkapnya.
Hendrikus menyebut pihaknya akan berencana menutup kunjungan di kawasan BTNK selama satu atau dua hari. Kebijakan itu kata dia untuk menghidupkan industri pariwisata di sekitar Labuan Bajo.
“Jadi tidak lama-lama, misalnya kalau satu hari tutup itu beri kesempatan industri wisata di sekitar Labuan Bajo hidup, kemudian hari kedua masuk lagi dalam kawasan. Pemikiran seperti itu menurut saya keren juga. Jadi teman-teman bisa mendesain paketnya bisa mendatangkan tetapi untuk berwisata di luar kawasan TNK. Jadi cara ini untuk meningkatkan PAD,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kegiatan konsultasi publik tersebut untuk menyesuaikan harga tiket pemanduan di Kawasan TNK. Dalam konsultasi publik itu, pihak PT Flobamor selaku pemegang izin pengelola di kawasan TNK menyampaikan harga tiket Rp. 400.000.
Direktur Operasional PT Flobamor, Abner Runpah mengatakan penyesuaian harga pemanduan Rp. 400.000 itu sebagiannya untuk operasional dan sisanya untuk konservasi.
“Jadi tarif jasa pemanduan ini, kenapa harus ada penyesuaian jadi kita menerapkan atau menitik beratkan pada dua isu yaitu kualitas pelayanan, keamanan dan kenyamanan. Sedangkan alasan kedua bagaimana kita menjaga pariwisata yang keberlanjutan. Jadi ada unsur pelestarian dan juga ada unsur menjaga konservasi walaupun di satu sisi kita harus meningkatkan pelayanan, keamanan, dan kenyamanan,” ungkapnya.
Abner menambahkan prinsip penyesuaian tarif jasa pemanduan bukan menyasar pada money oriented tetapi lebih meningkatkan pada quality of service.
“Jadi prinsipnya bukan menyasar pada money oriented justru karena kita ini BUMD Provinsi NTT kalaupun ada keuntungan pasti akan kembali lagi ke pemerintah dan juga lebih meningkat pada quality of service. Quality Of service ini yang perlu kita utarakan atau kita sosialisasikan kepada publik lewat media sosial, pendekatan informal, dan lain-lain,” ucapnya.
Abner mengatakan untuk biaya konservasi, pihaknya mendapatkan bantuan dari rekan-rekan lain yang ada di Kupang, Jakarta bahkan dari luar negeri.
“Bahwa tarif lama Rp. 120.000 per lima orang ini hanya cukup untuk operasional kami saja. Sedangkan untuk konservasi mungkin Kepala Balai juga tahu bahwa ada rekan-rekan kami yang ada di Kupang, Jakarta maupun di luar negeri yang menyumbang untuk patroli, perbaikan fasilitas dan juga pelatihan terhadap naturalis guide warga Desa Komodo yang 30 orang itu kita dapat dari CSR dari partner -partner kami di Jakarta jadi gratis,” ucapnya.
Ia menyebut banyak pihak yang peduli dengan konservasi di Taman Nasional Komodo, tetapi kepedulian dari pihak tersebut tidak bisa manfaatkan atau seolah-olah kita menjual pulau komodo.
“Tentunya banyak orang peduli sebenarnya, tetapi kepedulian mereka ini kan kita tidak bisa manfaatkan atau seolah-olah kita menjual Labuan Bajo, Pulau Komodo supaya orang kasih CSR tapi tidak begitu juga. Kalau kita sepakat Rp. 400.000 sisanya itulah untuk konservasi, kira-kira seperti itu. Ayo kita sama-sama memikirkan jangka panjangnya seperti apa, dan adanya keterlibatan SDM lokal di sana,” pungkasnya. (334)