Sidang pemeriksaan setempat di lahan yang menjadi sengketa di kawasan Jimbaran, Badung, Senin (28/6/2021). (ist)
DENPASAR | patrolipost.com – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Kony Hartanto, menggelar sidang pemeriksaan setempat dengan mendatangi objek perkara seluas 2,5 hektar di Jalan Poh Gading, Banjar Peraduan, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Senin (28/6/2021). Pemeriksaan setempat digelar untuk mengecek langsung keberadaan lahan yang disengketakan.
Diterangkan oleh wakil pihak penggugat, sengketa lahan ini melibatkan penggugat I Made Jabrug dkk melawan tergugat I Nyoman Muk dkk. Kasus ini sendiri merupakan kelanjutan dari perkara sebelumnya, yang berbuntut pelaporan 14 orang atas dugaan mengaku-ngaku sebagai pemilik tanah di lahan yang menjadi objek sengketa.
Ditemui di lokasi, kuasa hukum penggugat, I Nyoman Sujana, menerangkan, dalam pemeriksaan setempat, hakim datang untuk mengatakan hakim datang untuk mengecek keberadaan lahan yang disengketakan tersebut, benar-benar ada dan milik kliennya dari keturunan Pekak Bir yang tidak lain adalah orang tua dari pemilik lahan tersebut.
“Perlu kami tegaskan, Pekak Bir itu tidak memiliki saudara kandung dan merajannya dari keturunan binoh. Sedangkan pihak lawan atau tergugat yang mengaku bersaudara dengan Pekak Bir dari soroh belong. Jadi, mereka beda dadia, tapi didalilkan milik mereka. Padahal, hak dan kewajiban tidak pernah dilaksanakan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sujana menjelaskan, sebelumnya, yaitu pada tahun 20214 silam, kliennya digugat oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai pemilik tanah. Hasilnya, pada 2019 lalu turun putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan penggugat yang sebenarnya, menurut dia, tidak memiliki hak sama sekali dengan tanah tersebut.
Sujana menilai putusan MA ada unsur kekhilafan. Sehingga pihaknya pun berbalik mengajukan gugatan ke PN Denpasar dengan bukti-bukti yang lebih lengkap.
“Karena kami terbentur tentang saksi yang mengetahui dari orang tua Pekak Bir tidak ada sehingga perkara pidana tidak bisa dilanjutkan, kami ajukan tuntutan secara perdata,” jelasnya. Kami akan mati-matian membuktikan bahwa perkara dari segi perdata, penguasaan turun temurun atas lahan dimaksud tidak ada keberatan dari pihak manapun dan telah berlangsung selama 60 tahunan. Aneh kalau tiba-tiba ada orang yang datang mengaku-ngaku sebagai pemilik lahan apalagi mengaku ada hubungan keluarga, sambungnya.
Sebelumnya, 14 orang warga dilaporkan ke Polresta Denpasar atas dugaan pemalsuan silsilah keluarga untuk mendapat warisan tanah seluas dua hektar lebih. Tanah itu milik almarhum Pekak Bir. “Almarhum merupakan kakek buyut saya dari keturunan Soroh Binoh. Sedangkan 14 orang terlapor dari Soroh Belong,” ujar Sujana, perwakilan penggugat.
Dia menegaskan, dari perbedaan soroh tersebut terlihat jelas bahwa tidak ada hubungan keluarga di antara kedua belah pihak. “Tidak ada hubungan darah sama sekali, hanya tinggalnya masih dalam satu lingkungan di Perarudan, Jimbaran,” ujar perwakilan penggugat yang merupakan cucu dari pemilik yang tercantum dalam surat pipil.
Pekak Bir sendiri telah meninggal pada tahun 1959 dan memiliki anak tunggal, Ni Wayan Gubreg menikah dengan I Wayan Renteng. Keduanya juga telah meninggal pada tahun 2013 dan dikaruniai enam orang anak, yakni Ni Wayan Jabrig, I Made Jabrig, Ni Nyoman Jabreg (alm), I Ketut Nambreg (alm), I Wayan Nambrig, dan I Made Karma.
“Semua nama-nama itu tercatat dengan jelas di desa dan kecamatan,” bebernya. Sementara, dia menduga, silsilah yang dibawa terlapor seakan-akan tanah tersebut diwariskan Nang Lekus kepada Pekak Bir. “Nang Lekus diklaim sebagai orang tua dari Pekak Bir. Namun, semuanya itu hanya rekayasa karena tidak ada dalam catatan desa,”ungkapnya. (wie)