DENPASAR | patrolipost.com – Anggota Subdit II Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dit Reskrimum) Polda Bali langsung merespon laporan polisi Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta nomor; LP/B/ 179/ IV/2022/SPKT/Polda Bali, Senin 4 April 2022. Penyidik yang didampingi petugas Sat Pol PP Kabupaten Badung itu melakukan penyisiran di sepadan Pantai Melasti, Selasa (6/4/2022).
Pihak Kepolisian mengecek 7 tempat usaha Beach Club yang disinyalir melakukan pelanggaran. Baik tata ruang dan memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik dalam kontrak kerjasama. Penyisiran dimulai dari Sunday Beach terus ke Klive Bali, Karma Kandara, Melasti Beach Club, Palmila Bech Club, Cattamaran Beach Club dan berakhir di Minoo Beach.
“Tujuh tempat usaha ini disebut Beach Club. Ya kami ke sini untuk melakukan pengecekan. Kami menindaklanjuti laporan itu dengan melakukan pengecekan sebagai langkah awal. Kita mendata sekaligus mengambil gambar. Setelah ini, kami akan laporkan ke Direktur Kriminal Umum,” ungkap seorang petugas.
Direktur Kriminal Umum Polda Bali Kombes Pol Surawan membenarkan bahwa anggota telah melakukan pengecekan, pendataan dan mengambil dokumentasi. Setelah itu, pihaknya akan memeriksa saksi, baik pelapor maupun terlapor. Termasuk menguji data-data yang dimiliki. “Benar, anggota ke sana untuk mengecek lokasi,” katanya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, laporan yang dibuat Giri Prasta dengan tuduhan pelanggaran Pasal 263 KUHP dan pasal 266 KUHP, terkait pemberian keterangan palsu dalam surat perjanjian atau akta autentik dan membuat surat yang isinya dipalsukan dengan terlapor Bendesa Adat Ungasan, Wayan Disel Astawa.
Total ada tujuh perjanjian pengelolaan tanah yang disebutnya sebagai tanah negara. Enam sudah dibuatkan akta dan satu dengan perjanjian di bawah tangan. Nilai perjanjian disebutnya lebih dari Rp 40 miliar. Maksud dari laporan yang dibuat ini agar perjanjian dilakukan transparan dan sudah sesuai aturan, sehingga oknum lain tidak berbuat serupa.
“Dana Rp 40 miliar ada dong, buktinya kami hitung sesuai akta. Tujuan kami buat pelaporan ini agar transparan masuk ke mana, agar masyarakat desa dapat mengetahui, bukan hanya oknum atau kelompok saja,” ungkap Giri Prasta saat melapor ke Mapolda Bali, Senin (4/4).
Giri Prasta membeberkan isi salah satu akta tersebut yang dibawa pihaknya sebagai barang bukti. Pertama, perjanjian dengan Catamaran Beach Club. Dalam akta itu berisi “Pihak pertama (Desa Adat) adalah pihak yang berhak menguasai secara hukum dan sah, atas sebidang tanah Ulayat Desa, dengan luas sekian”.
Kedua, perjanjian kerjasama di Melasti Beach dibuat menurut keterangan Disel berbunyi; “Dalam hal ini adalah bertindak poin A untuk diri sendiri, poin B selaku kelian Desa Adat Ungasan berdasarkan keputusan Bendesa Madya Kabupaten Badung”.
Keterangan tersebut dinilai keliru oleh Giri Prasta. Sehingga ia mempertanyakan dasar dari poin atau keterangan Disel (untuk diri sendiri) dalam perjanjian. Begitupun pembuatan akta terhadap lahan sempadan pantai (tanah negara) yang disebutkan perlu dengan landasan serta perizinan yang tepat melalui pemerintah daerah, meski mengatasnamakan Desa Adat.
“Melihat otonomi daerah itu kan kewenangannya di Pemerintah Daerah. Berkenaan dengan UU Nomor 1 tahun 2014, pengelolaan daratan itu adalah Kabupaten atau Kota,” ujarnya. (007)