DENPASAR | patrolipost.com – Ruri Manggarsari (40), ibu yang melaporkan Nyoman Sadia ke Mapolda karena diduga melakukan tindak pidana perlakuan salah dan penelantaran terhadap anaknya yang berusia 12 tahun diperiksa penyidik Dit Reskrimum di Mapolda Bali, Kamis (5/9/2024).
Ruri melalui kuasa hukumnya Siti Sapurah alias Ipung menjelaskan, kliennya diperiksa selama 3 jam dan sebanyak 16 pertanyaan yang diajukan oleh penyidik.
“Klien saya tadi di- BAP terkait laporan kami tanggal 21 Agutus tentang dugaan penelantaran anak,” ungkap Ipung.
Dijelaskan Ipung, ada dua pasal yang dilaporkan, yaitu Pasal 76B Jo Pasal 77 B, UU RI Nomor 53 Tahun 2014, tentang perubahan atas Undang – Undang 23 Tahun 2022 tentang perlindungan anak. Pasal yang diterapkan dalam laporan, menyebutkan barang siapa dilarang menempatkan perlakuan salah terhadap anak dan atau penelantaran anak, dan anak dilarang dilakukan secara diskriminasi.
“Harapan kami, setelah klien kami di – BAP ini, tidak pakai lama terlapor juga diperiksa dan ditetapkan statusnya. Intinya kita harus secepatnya menyelamatkan anak ini dan mengembalikan ke ibu kandungnya. Anak ini menderita sakit medis yang butuh perawatan dan kasih sayang dari ibu kandungnya. Setiap dua minggu anak ini harus disuntik hormon karena menderita sakit,” katanya.
Selain memberikan keterangan, wanita asal Jakarta itu juga menyerahkan barang bukti berupa pesan suara dari anak kepada ibunya dan chat ibu dengan anaknya laki – laki itu.
“Ya, tadi klien saya menceritakan semuanya, pasca bapak kandungnya meninggal dunia, anak ini dilarang untuk bertemu dengan klien saya yang merupakan ibu kandungnya. Bahkan, pernah ibunya jemput anak ini di sekolah kemudian antar ke rumah terlapor untuk ganti pakaian, kemudian diajak jalan – jalan oleh ibunya tetapi tidak diizinkan. Dan ibunya membelikan HP untuk anaknya ini juga disuruh pamannya untuk dikembalikan. Ditanya penyidik tadi seputaran itu,” terang Ipung.
Ruri melapor kepada pihak polisi karena terlapor diduga menghalangi Ruri Manggarsari selaku ibu kandungnya untuk bertemu dengan anaknya itu sejak 26 Mei 2024 hingga saat ini. Permasalahan ini berawal saat suami korban meninggal dunia. Dari sinilah Ruri mulai dibatasi oleh terlapor untuk bertemu dengan anaknya.
Atas perlakuan itu, Ruri sempat melapor ke dua lembaga. Pertama, ke Dinas Sosial Kabupaten Tabanan. Awalnya pihak Dinas Sosial merespon baik laporan ini itu tetapi seiring berjalannya waktu malah tidak ada kabar. Kedua, kliennya sempat melapor ke Women’s Crisis Center (WCV), tapi tidak juga ada hasil. Bahkan dari WCC mengatakan sudah tidak usah diambil anak. Sebab sang anak baik-baik saja.
“Nah ini dia, tidak pernah pikir bagaimana psikologi anak. Selamatkanlah anak ini dulu. Ini kok tidak dipikirkan, padahal dari WCC ini perempuan, tapi kenapa bahasanya seperti itu,” sesal Ipung. (007)