NEGARA | patrolipost.com – Gempa bumi sudah beberapa kali mengguncang wilayah Jembrana. Masyarakat diimbau untuk selalu waspada terhadap dampak dan risiko yang dapat ditimbulkan akibat guncangan bumi itu. Terlebih dari serentetan gempa yang terjadi akhir-akhir ini, pusat gempa berada dekat wilayah Jembrana.
Teranyar gempa terjadi pada Senin (29/7). Berdasarkan informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), gempa terjadi pada Senin dinihari pukul 04.23.09 Wita dengan maginitude 4.7 SR. Lokasi pusat gempa berada pada 9.22 LS, 114.52 BT tepatnya di laut 91 km barat daya Nusa Dua dengan kedalaman 46 Km. Kendati saat gempa terjadi, sebagai besar masyarakat masih tertidur dan tidak ada kepanikan seperti sebelumnya, namun sejumlah warga di Jembarana merasakan getarannya.
“Kacanya getar. Saya kaget dan terbangun sambil bangunkan orangtua langsung lari keluar rumah. Memang getarannya lebih kecil sari gempa sebelumnya,” ujar Komang Suci asal Desa Baluk, Negara.
Begitupula Agung Rai, warga Desa Pohsanten, Mendoyo juga sempat dikagetkan oleh getaran gempa yang terjadi beberapa saat itu. “Saya sudah bangun, siap-siap berangkat metik cengkeh, saya sempat lari keluar tapi tetangga tidak ada yang bangun,” ujarnya.
Sementara Kepala Pelaksanan (Kalak) BPDB Kabupaten Jembrana, I Ketut Eko Susila Artha Permana dikonfirmasi terkait dampak gempa Senin dinihari itu mengaku tidak ada kerusakan yang terjadi.
“Getarannya lebih kecil dibandingkan gempa, Selasa (16/7) lalu. Begitupula yang terjadi saat rainan Galungan, tidak ada dampak kerusakan,” ujarnya. Begitupula diakuinya tidak ada kepanikan warga lantaran sebagian besar masih tertidur.
Dengan serentetan gempa yang terjadi akhir-akhir ini, pihaknya mengimbau masyarakat agar selalu mewaspadai dampak dan risiko akibat gempa bumi ini. Terlebih sampai saat ini belum ditemukan alat yang dapat memprediksi maupun mendeteksi gempa bumi.
“Gempa bumi itu sudent onset, terjadi tanpa gejala, beda dengan Tsunami dan bencana lainnya, ada gejala dan bisa diprediksi. Seperti bisa saja terjadi malam maupun dinihari saat warga tertidur. Sehingga perlu kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana, sehingga bisa mengurangi dampak dan risiko,” paparnya.
Kendati BMKG merilis pusat gempa (hiposentrum) akhir-akhir ini berada di barat daya Nusa Dua, namun ia menyebut posisi itu lebih dekat dengan wilayah Jembrana. Bisa dilihat di peta, gempa belakangan ini pusatnya itu titiknya di Selatan Jembrana. Di selatan wilayah Bali terdapat potongan lempeng Ido Australia.
“Sedangkan di Jembrana sendiri belum ada bangunan yang dirancang anti gempa,” jelasnya.
Salah satu upaya pra bencana yang kini tengah digalakkan pihaknya adalah pengurangan risiko melalui kesiapsiagaan dan mitigasi. “Kami setiap kesempatan sosialisasikan bencana serta dampak dan risikonya, termasuk evakuasi dan pertolongan,” sebutnya.
Selama ini, kata Artha Permana, yang sudah diketahui baru sebatas berlindung menyelamatakan diri ketika ada ancaman bencana, itu pun masih bisa menimbulkan korban. Terkait kontruksi bangunan tahan gempa memang belum diketahui secara luas oleh masyarakat. Struktur bangunan era milenial menurutnya memang sudah seharusnya menggunakan kontruksi rancang bangun anti gempa.
“Sistem rancang bangunnya agar disosialisasikan secara luas termasuk dalam penerbitan IMB juga harus disesuaikan. Pihak terkait harus berkomitmen mensosialisasikannya. Terlebih saat ini banyak bangunan yang sudah tua dan tidak sedikit juga pembangunan baru,” tandasnya. (pam)