JAKARTA | patrolipost.com – Pulau Gili Tangkong dijual? Kasus ini heboh pada awal Februari lalu. Bagaimana tidak membuat geger, pulau seluas 28 hektare (ha) di wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) tersebut secara terbuka diperjualbelikan di situs www.privateislandsonline.com.
Selain Gili Tangkong, situs tersebut total menjual delapan pulau, serta menawarkan penyewaan sejumlah pulau saat pandemi semakin trend. Sebelumnya, sejumlah pulau lain juga diperjualkanbelikan, di antaranya Pulau Lantigiang yang berada di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan. Atas kasus tersebut, oknum bernama Kasman yang yang mengaku sebagai pemilik lahan di Pulau Lantigiang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Entah karena bernilai tinggi atau menjadi incaran, termasuk dari warga negara asing-, kontroversi penjualan pulau tidak pernah berhenti, terutama di situs www.privateislandsonline.com. Tercatat sebelumnya situs dimaksud juga pernah mempromosikan jual beli sejumlah lain seperti Pulau Bidadari di Nusa Tenggara Timur (NTT), Pulau Sultan dan Rupat di Kepri, Pulau Pendek di perairan Pulau Buton, Sulawesi Tenggara.
Benarkah pulau-pulau di Tanah Air terutama yang tidak berpenghuni bisa diperjualbelikan? Info ini sekilas aneh dipertanyakan. Tapi faktanya, praktik jual beli pulau lazim dilakukan di sejumlah negara. Hal ini seperti terjadi di Kepulauan Karibia, Kepulauan Fiji dan kawasan Kepulauan Hawai di Amerika Serikat. Bahkan di saat pandemi ini, permintaan pembelian pulau pribadi kian meningkat.
Fakta ini terjadi karena banyak miliarder dari berbagai dunia yang mencari tempat perlindungan agar tetap bisa dengan damai dan sehat jauh dari virus Covid-19. Aksi para miliarder itu juga guna menyiapkan diri jika dunia menghadapi resesi besar yang berkepanjangan dikarenakan pandemi.
Salah satu pulau yang dijual di Fiji adalah Pulau Mai. Pulau itu memiliki pantai yang masih perawan, terumbu karang sempurna, dengan luas taman hutan tropis seluas 32 ha. Itu menjadi tempat paling sempurna untuk menghindari pandemi dan mengasingkan diri dari hiruk-pikuk dunia. Harga pulau tersebut di pasaran lebih dari USD4 juta, tidak terlalu mahal bagi miliarder yang punya rekening puluhan miliar dolar.
Pilihan utama para miliarder bukan hanya surga tropis dengan cuaca hangat, tetapi banyak juga miliarder yang memilih membeli pulau bernuansa dingin seperti Pulau Horse seluas 157 ha di Irlandia. Harga pulau tersebut mencapai 5,5 juta euro. Pulau itu sudah memiliki kediaman utama dengan enam vila, termasuk helipad dan lapangan tenis.
Nah, bagaimana dengan Indonesia? Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Dirjen Bina Adwil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Safrizal menegaskan, penjualan pulau-pulau terluar dalam arti pemilikan secara total seluruh pulau telah secara tegas tidak diperbolehkan oleh peraturan perundangan. Menurut dia, area pulau hanya dapat dimanfaatkan dengan maksimal pemanfaatan 70% dari luas wilayah.
“Kami telah mengadakan pertemuan dengan stakeholder terkait dan dalam upaya pembentukan tim untuk memonitor implementasi pemanfaatan pulau-pulau terluar dalam rangka mencegah penjualan pulau-pulau terluar bertentangan dengan peraturan perundangan yang dikoordinir oleh Direktorat Toponimi dan Batas Daerah,” tegas Safrizal, kemarin.
Dijelaskan, kebijakan pemanfaatan pulau-pulau terluar dan pedoman investasi di pulau-pulau teluar telah diatur dengan jelas dalam beberapa peraturan perundangan-undangan.
Sedikitnya ada tiga peraturan terkait, PP Nomor 62 tahun 2020 tentang Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil Terluar, Kepmen Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2004 tentang Pedoman Umum Investasi di Pulau-pulau Kecil, dan Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 8 Tahun 2019 jo Permen Kelautan dan Perikanan nomor 53 Tahun 2020 tentang Penatausahaan Izin Pemanfaatan Pulau-pulau Terluar dalam Rangka Penanaman Modal Asing dan Rekomendasi Pemanfaatan Pulau-pulau Kecil dengan Luas Kurang dari 100 km2.
“Menurut Kemendagri, pengelolaan pulau terluar agar tidak terjadi kasus penjualan pulau lagi yaitu mempercepat pelaksanakan sertifikasi pulau oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dalam rangka penegakan peraturan perundangan di mana negara menguasai 70 %,” ujarnya.
Safrizal menambahkan, Kemendagri melalui Ditjen Bina Adwil secara terus-menerus melakukan pengawasan terhadap pulau-pulau terluar. Satu di antara bentuk pengawasan tersebut yakni Kemendagri melakukan dan memberikan sosialisasi kepada perangkat daerah khususnya aparatur yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Materi sosialisasi di antaranya terkait dengan aturan-aturan dan batasan-batasan pemanfaatan pulau-pulau terluar.
Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKS Mardani Ali Sera melihat isu penjualan pulau terluar Indonesia bukan hal baru. Ini menjadi isu lama yang terus ‘dimainkan’. Walaupun secara hukum penjualan pulau tidak terjadi, namun kenyataan di lapangan ada beberapa pulau tidak bisa dimasuki penduduk dan dijaga ketat oleh orang tertentu.
“Rumornya diikuti dengan berbagai fakta, contohnya ada beberapa pulau yang katanya tidak dijual tetapi ketika penduduk mau masuk ternyata dijaga dan tidak bisa dimasuki. Ini bukan isu temporer, ini isu lama sehingga pemerintah harus membuat keputusan, jangan mengambangkan saja,” katanya. (305/snc)