MEDAN | patrolipost.com – Sebuah video rekaman pihak keluarga pasien marah menuntut kejelasan dari sebuah rumah sakit di Medan. Dari percakapan yang terekam di video tersebut, keluarga pasien mengaku bahwa pasien meninggal karena penyakit tumor, namun rumah sakit mengklaim jenazah tersebut terkena Virus Corona (Covid-19).
Pada video yang diunggah itu, pihak rumah sakit tidak bisa menjawab di mana keberadaan jenazah pasien. Dikutip dari YouTube TribunMedanTV, Minggu (7/6/2020), total terdapat empat orang pada video itu yang diduga keluarga pasien meminta penjelasan dari pihak RS.
Keempat pria itu menanyakan pada seorang wanita yang bekerja di rumah sakit tersebut. Awalnya satu dari tiga pria yang datang meminta kejelasan dimana posisi jenazah pasien saat ini.
“Mamaknya lho meninggal. Kalian kubur tapi kami enggak tahu dimana bangkainya. Entah sudah habisnya semua. Kalau itu di posisi ibu kalian bagaimana,” kata salah seorang pria dalam video tersebut.
“Hati nurani yang bicara ibu, kami tidak mau ogah-ogah kemari. Kami bukan mau apa segala macam. Tapi kalau orang rumah sakit melaksanakan seperti ini, kami juga siap,” sambungnya.
Dicecar pertanyaan tersebut, wanita berbaju biru itu diam tak menggubris pertanyaan mereka.
Kemudian satu dari pria tersebut meminta wanita itu untuk memanggil penanggung jawab rumah sakit guna keperluan autopsi.
“Kalian kubur keluarga orang enggak tahu. Cemana kalau kamu kayak gitu. Terima enggak. Jangan main-main kalian. Enggak bisa dijawab. Tolong buk panggil penanggung jawab besok akan kami autopsi,” ucap pria itu kepada wanita yang mengenakan masker hijau.
Mereka curiga pihak rumah sakit secara diam-diam telah menjual organ milik pasien.
“Jangan-jangan sudah enggak ada lagi semua organnya itu. Sudah dijual atau segala macam kita enggak tahu lho. Masa karena sekarang Covid di bayar pemerintah lho. Jangan sampai ini masuk di publikasi. Kami masukan semua media koran akan kami naikkan, gawat kalian” katanya.
Mendengar tudingan tersebut, wanita itu tetap terdiam tak menjawab apapun.
Kemudian seorang pria yang disebut 2 pria lainnya sebagai anggota TNI menjelaskan bahwa ibunya hanya mengalami tumor bukan Covid-19.
“Ibu sakit tumor dan bukan Covid. Yang kalian kubur yang Covid. Yang penyakit tumor itu mana, kami cari itu, tolong diberikan,” sebutnya.
Pria lainnya kembali meminta agar wanita itu memanggil atasannya untuk memberikan penjelasan.
Kali ini wanita tersebut menjawab permintaan pria itu, ia berdalih hari itu tidak ada atasannya yang berdinas.
“Kan saya sudah bilang pak. Ini hari Jumat enggak ada orang,” ucap wanita memakai baju biru.
“Tolonglah ibu pihak Humas atau manager yang bisa memberikan keterangan,” kata pria yang mengaku tentara anak dari pasien.
“Tidak bisa pak, jam kerjanya sudah habis,” ucap wanita itu memberikan informasi bahwa sudah tidak ada yang bisa dimintai keterangan perihal kasus ini.
Kemudian pria lainnya kembali menuntut agar pihak RS segera memberikan penjelasan.
“Buk ini mayat lho bukan kucing. Kok enggak ada sedikitpun hatinya. Kalau ibu kayak gitu kayaknya. Orang tua ibu enggak ada nampak mayatnya gimana. Pakai dong logika,” sebut pria yang mulai kesal melihat jawaban datar si wanita.
Ia kembali menuding pihak RS telah menjual organ pasien secara diam-diam.
“Entah sudah dijual orang ini semua ginjalnya atau apa segala macam. Kita tidak tahu. Mana yang sakit itu,” sebut pria baju merah.
Selama keempat pria itu marah-marah menuntut kejelasan dari RS, tidak ada satu pun staf kesehatan RS yang datang memberi penjelasan selain wanita berbaju biru tersebut. Hanya ada seorang satpam yang berdiri mendampingi wanita itu.
Hingga berita ini diterbitkan belum ada penjelasan resmi dari pihak RS soal status jenazah pasien tumor yang dipermasalahkan oleh keempat pria tersebut. Belum bisa dipastikan apakah pasien yang bersangkutan memang positif Covid-19 atau hanya menderita tumor saja.
PBB Tuntut Rumah Sakit
Ketua Persatuan Batak Bersatu (PBB), Dolli Sinaga SE tetap menuntut tanggungjawab rumah sakit Murni Teguh, terkait dengan status meninggalnya R S, pasein dalam pengawasan (PDP) berpenyakit tumor otak namun dikebumikan dengan protokol Covid-19.
“Kita tetap menuntut tanggungjawab rumah sakit yang menyebut keluarga rekan kami terkena corona, padahal pasien sudah lama berpenyakit tumor otak,” kata Dolli mewakili keluarga almarhum, kepada sejumlah media, Selasa (9/6/2020).
Ia mengomentari hasil pertemuannya dengan menejemen RS Teguh Murni, usai menggelar aksi unjukrasa di pelataran rumah sakit. Dalam pertemuan itu, selain menuntut tanggungjawab, keluarga pasien juga sudah bertemu dengan perwakilan manajemen rumah sakit. Mereka sudah mendapat penjelasan atas keinginan mereka yang ingin memindahkan jenazah yang sudah dikubur di pemakaman khusus Covid di Simalingkar untuk dibawa ke kampungnya.
Terhadap penguburan di Simalingkar, pihak Rumah Sakit Murni Teguh sudah berkordinasi dengan tim Gugus Tugas. Kemudian memberitahu keluarga terkait meninggalnya RS , pasein berpenyakit tumor otak namun dikebumikan dengan protokol Covid-19.
“Itu dilakukan dengan kordinasi gugus tugas dan sepengetahuan keluarga. Ini penjelasan kita pak,” kata Humas RS Murni Teguh, Winda Lingga kepada sejumlah wartawan.
Diedukasi
Menurut Winda, keluarga pasien sebetulnya sudah diedukasi saat pasien di IGD. Sehingga, pasien kemudian dirawat di ruang isolasi.
“Tentunya ada persetujuan. Kalau nggak setuju, nggak akan dirawat di ruang isolasi. Kita kan ikuti prosedur yang berlaku sesuai Kemenkes,” ujarnya.
Winda menyebut, ketika pasien meninggal dunia, pihaknya mengacu pada prosedur yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu, berdasarkan instruksi Gubsu No 188 point 7 dan 8 disebutkan, jika setiap PDP maupun ODP, apabila meninggal di rumah sakit wajib ditangani sesuai pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19 yang sudah ditetapkan.
“Sehingga, pasien dimakamkan dengan pemulsaran pasien Covid-19. Jadi tidak bisa dikasi pulang,” ucapnya.
Begitu juga, soal pemakaman, manajemen telah mengomunikasikannya melalui telepon kepada keluarga untuk dikebumikan di pemakaman khusus Covid-19 di Simalingkar.
“Sempat juga mengantar baju kebaya, terus dikirim foto pasien saat di dalam peti ke keluarga. Sudah diedukasi juga, pemulasaran dilakukan tidak lebih dari empat jam setelah pasien meninggal,” terangnya. (305/tmc/wni)