LABUAN BAJO| patrolipost.com – Masyarakat Desa Rehak, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluhkan tidak transparannya penggunaan dana desa dalam sejumlah program yang dijalankan di desa tersebut.
Keluhan ini datang dari warga empat dusun yang mendiami desa tersebut yakini Dusun Wae Ri’i, Dusun Tueng, Dusun Rehak dan Dusun Manges. Akibat dari tidak transparannya penggunaan dana desa oleh pemerintah Desa Rehak, sejumlah program pun dinilai tidak tepat sasaran dan terkesan asal jadi.
Salah seorang warga, Simforianus Dirman menjelaskan sejumlah program yang tidak tepat sasaran ini dikarenakan kepala dusun, RT maupun BPD tidak pernah dilibatkan dalam setiap musyawarah penetapan program desa.
“Dana APBDes Rehak tidak transparan penggunaanya oleh Kades, baik rencana pembangunan, pemberdayaan ataupun yang dia mau buat dari desa itu tidak pernah diketahui oleh RT, Kadus bahkan BPD. Apalagi yang namanya tokoh masyarakat. Keberadaan TPK di Desa Rehak juga tidak jelas,” ungkapnya, Jumat (3/6/2022).
Ia mencontohkan pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di Ddusun Wae Ri’i yang menurut dugaannya menghabiskan dana sebesar Rp 150 juta, pembangunan TPT ini dinilai tidak dilakukan pada area yang menurut warga rawan terjadi musibah tanah longsor.
“Contohnya pembangunan TPT, ini kan salah satu cara untuk menyelamatkan satu tempat yang rawan longsor. Setidaknya Kades harus mengadakan musyawarah dusun (Musdus) supaya setiap dusun bisa melaporkan semua tempat rawan bencana, tapi di Desa Rehak ini, tidak pernah dilaksanakan Musdus, sehinggah proyek yang dibangun tidak tepat sasaran. Masih banyak di dusun Wae Ri’i yang rawan longsor, tapi Kades menempatkan (TPT) itu hanya semaunya,” tuturnya.
Parahnya, pembangunan TPT ini dilakukan jauh sebelum penetapan dilakukan dalam musyawarah tingkat desa. Ditambah proyek yang dikerjakan tidak pernah disertai papan informasi, sehingga warga tidak mengetahui besaran dana yang digunakan.
“Tahun 2022 ada pekerjaan TPT di Dusun Wae Ri’i pada bulan Februari 2022, volume panjang 24 meter anggaran diduga sekitar Rp 150 juta. Ini anggaran tahun berapa, karena duluan pembangunan baru penetapan. Tidak ada papan tender juga,” ucapnya.
Proyek yang sama pernah dilakukan pada tahun 2019 pada lokasi yang berbeda, namun lagi lagi saat itu pengerjaan tanpa disertai adanya papan informasi.
Tidak transparannya serta tidak tepat sasaran penggunaan dana desa juga terjadi pada penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat. Simforianus menyebutkan, di tahun 2020, terdapat sekitar lima orang janda yang terdaftar sebagai penerima BLT, namun tidak semua dari mereka menerima BLT secara penuh. Diantaranya bahkan hanya menerima tahap 1 saja.
Parahnya, di tahun berikut sejumlah nama dikeluarkan dari daftar penerima sementara terdapat warga yang telah pindah tempat tinggal ke desa lain masih terdaftar sebagai penerima BLT. Selain itu disinyalir sejumlah aparat desa juga menerima BLT.
“Terkait BLT, tahun 2020 ada beberapa janda yang pernah dapat, sekitar lima orang. Ada yang terima hanya satu tahap saja, dan periode berikut namanya sudah tidak ada lagi dan tidak terima lagi, malah ada warga yang bukan warga desa di sini tapi masih jadi penerima untuk anggaran tahun 2022. Penduduk yang masih membutuhkan malah tidak ada Namanya,” tuturnya.
Adapun sejumlah program lainnya yang tidak pernah disertai dengan papan informasi pada saat pengerjaan yakni proyek Pembangunan Deker di SMP Manges di tahun 2019, lebar 3 meter dengan anggaran yang diduga diperkirakan mencapai Rp 50 juta.
Proyek pembukaan jalan baru dengan menggunakan alat berat pada lokasi Manges menuju Naru di tahun 2020 dengan volume sekitar 500 meter dan anggaran dana diduga mencapai Rp 600 juta.
Tidak transparannya pengelolaan dana desa juga terjadi di tahun 2018, dimana pembangunan WC Sehat bagi setiap rumah, hanya dialokasikan satu ret pasir untuk tiga rumah beserta 1 batang besi beton dan kloset ditanggung sendiri. Namun anehnya, Ia bersama warga lainnya menemukan ada penerima yang menerima WC Sehat ini dalam keadaan lengkap dan terima jadi. Mereka pun bertanya tanya terkait perbedaan ini.
Disebutkan juga oleh warga lainnya, Yosep Nabit (54) warga Dusun Manges terkait bantuan lantainisasi dari dana desa yang diterima oleh para penerima, dimana hasil penetapan anggaran mengalokasikan 1 ret Pasir dan 12 Sak Semen. Namun dalam pelaksanaanya hanya dibagikan setengah ret pasir dan empat sak semen dan ini dirasa tidak cukup karena materialnya kurang.
Sementara itu tokoh masyarakat Dusun Tueng Aloysius Ambor (59) mempertanyakan proyek pemberdayaan masyarakat melalui program pengadaan Bibit Jahe di tahun 2021 dilakukan sangat tidak transparan. Ia mendapat informasi bahwa 1 ton bibit jahe diperuntukkan setiap dusun, namun setiap kepala keluarga (KK) hanya menerima 5 kg bibit jahe. Parahnya, waktu pembagian tidak sesuai dengan musim tanam dan semua bibit dalam kondisi busuk saat dibagikan. Ia juga menduga, bibit jahe yang dibagikan merupakan milik Kades Rehak.
“Tentang jahe kami tolak, jangan dulu soal banyaknya tapi karena tidak adanya sidang soal itu. Sudah begitu pembagiannya di bulan Desember, itu sudah masuk musim perawatan, seharusnya itu dibagi pada musim tanam bulan 9 (September),” keluhnya.
Simforianus bersama warga Rehak lainnya menuturkan dikarenakan begitu banyaknya proyek pembangunan yang tanpa disertai papan informasi serta program desa yang tidak tepat sasaran, mereka telah berupaya meminta penjelasan dari perangkat desa termasuk Kades dan BPD. Namun sayangnya BPD sendiri juga tidak mengetahui dengan pasti setiap kegiatan tersebut karena merasa tidak pernah dilibatkan.
“Sebenarnya kami tidak pernah menduga – duga seperti ini, kami sudah inisiatif ke BPD dan desa, tanya soal itu, tapi ternyata BPD juga tidak soal program – program itu karena tidak pernah dilibatkan, termasuk RT dan Kadus. Makanya kami coba ke tingkat kecamatan bawa laporan tertulis, tapi sama juga, sampai saat ini tidak ada jawaban,” ujarnya.
“Kami pernah minta salinan APBdes ke pihak desa, tapi katanya rahasia negara, tidak bisa diketahui public,” ungkapnya. (334)