LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sejumlah warga masyarakat yang berasal dari Dusun Gorontalo dan sekitaran Desa Gorontalo menghentikan paksa kegiatan penggusuran lahan menggunakan alat berat yang berlokasi di Bukit Pede, Desa Gorontalo, Rabu (6/4/2022). Aksi penghentian ini dilakukan setelah penggusuran yang dilakukan oleh Hendrikus Amat, selaku pekerja (orang suruhan) dari Leonardus Chandra dilakukan di atas tanah milik warga.
Yakobus Sukur, selaku tokoh masyarakat yang ikut melarang kegiatan penggusuran menyebutkan bahwa pemberhentian ini terpaksa dilakukan setelah Hendrikus Amat sebelumnya telah diperingatkan untuk tidak melanjutkan penggusuran karena penggusuran dilakukan di atas lahan warga.
“Kegiatan penggusuran ini sudah dilakukan 3 hari, kemarin (Selasa, 05/04/2022) sudah diingatkan ke Hendrikus untuk tidak melanjutkan penggusuran, karena yang digusur ini tanah warga, tapi hari ini dia tetap lanjutkan menggusur,” ujar Yakobus.
Menurut Yakobus, peringatan penghentian sementara kegiatan penggusuran juga sudah dilakukan oleh Babinsa dan BabinKamtibmas setelah mendapatkan laporan warga, namun permintaan dari petugas TNI dan Polri tetap tidak dihiraukan oleh Hendrikus.
“Pak Babin kemarin juga sudah ingatkan untuk jangan dulu kerja karena ada warga yang protes, tapi Hendrikus tetap kerja dengan alat berat. Ini yang kami tidak terima, petugas saja dia tidak hormat, apalagi kami ini, kami maunya ketemu dulu dengan Leo Chandra yang menyuruh si Hendrikus ini, kenapa dia bisa gusur diatas lahan milik warga,” ujar Yakobus.
Yakobus menuturkan, klaim kepemilikan lahan oleh Leonardus Chandra seluas kurang lebih 11 hektare di Golo Pede yang dibuktikan dalam dua buah sertifikat hak milik yang ditunjukkan oleh Hendrikus saat peristiwa pemberhentian paksa harusnya terlebih dahulu dijelaskan kepada warga.
Mengingat didalam lahan 11 hektare tersebut turut mencakupi sebagian tanah milik warga Desa Gorontalo. Dimana perolehan tanah oleh warga masyarkat telah melalui pembagian secara adat pada tahun 1992 dan 1997. Yakobus menyebutkan saat itu ia bersama Ali Usman merupakan panitia pembagi tanah yang dimandatkan oleh Ulayat Nggorang.
“Kami ditanyai oleh warga, kenapa tanah yang sudah dibagi dulu sekarang ada kegiatan penggusuran, makanya sekarang kami mau ketemu dengan Leo Chandra ini, bukan dengan orang suruhannya ataupun kuasa hukumnya,” sebut Yakobus yang turut diamini warga lainnya.
Yakobus bersama warga tak menampik jika Leonardus Chandra memiliki tanah di bukit Golo Pede yang dahulunya merupakan milik orangtuanya, Fransiskus Chandra atau biasa dipanggil Baba Jit. Namun, batas – batas kepemilikan lahan sebelumnya sudah ditandai dengan sejumlah pilar termasuk dipisahkan oleh jalan yang dibangun pada tahun 2004 dan bukti fisik lainnya.
“Leo Chandra gusur diluar pada jalan. Itu sudah masuk tanah warga, jalan itu batas dari dulu dan jelas itu data fisik yang dia miliki kayu jati putih ada, jalannya juga. Sesuai dengan peta gambarnya. Dulu ada dia cat biru dari bawah sampai ke puncak tapi 2 tahun terakhir dia hilangkan lagi cat itu. Di situ kami mulai curiga, kenapa dihapus lagi,” ujar Ali Usman yang ikut dalam kegiatan tersebut.
Atas peristiwa ini, Yakobus dan Ali bersama warga lainnya akan terus melakukan tindakan serupa jika pihak Leo Chandra tetap bersikeras melanjutkan penggusuran hingga dapat dipertemukan langsung dengan Leo Chandra guna membahas kepemilikan lahan tersebut. Mengingat nomor SHM yang diklaim Leonardus Chandra tidak tertera di aplikasi sentuh Tanahku milik BPN.
“Kami sudah cek nomor sertifikatnya itu di aplikasi sentuh Tanahku, tapi tidak tertera disitu. Baik nomor 00314 dan 00315. Tidak ada nomor sertifikat itu, makanya kami mau ketemu langsung dengan Baba Leo itu, sertifikat dengan luas seperti itu perolehannya dari mana?” Tambah Yance, seorang warga lainnya.
Namun, tindakan yang dilakukan Yakobus bersama warga lainnya sungguh sangat disayangkan oleh Hendrikus Amat selaku perpanjangan tangan dari Leo Chandra. Dihubungi melalui sambungan telepon Rabu malam, Hendrikus mengaku kecewa dengan tindakan pemberhentian paksa penggusuran yang dilakukan oleh warga saat berada di lokasi.
Menurutnya, aksi warga dinilai bukan lagi dalam hal untuk berdiskusi, namun lebih kepada upaya pengeroyokan kepada dirinya yang hanya berstatus sebagai pekerja.
“Kalau saya Pak, saya terus terang, kami kan pekerja, hanya saya tidak tau bosnya. Saya selama tiga hari saya capek omong kami pekerja kalau misalkan ada alas hak biar saya bawa ke bos. Tapi ini kan tidak, tadi tu pakai cara yang begitu, macam hendak keroyok. Saya hanya pekerja yang diperintah oleh orang yang punya tanah. Mereka tuntut bagaimana saya hadirkan dia, cara saya bagaimana? toh yang punya ini ada sertifikat,” tuturnya.
Hendrikus pun mengakui terkait adanya permintaan penghentian sementara kegiatan penggusuran baik oleh warga maupun oleh Babinsa dan BabinKamtibmas yang dilakukan pada hari Selasa, namun saat itu Hendrikus meminta sebaiknya warga menunjukan bukti kepemilikan lahan yang dimaksud agar dapat diteruskan kepada Leonardus Chandra sehingga dapat dipertimbangkan untuk tidak dilanjutkannya kegiatan penggusuran.
“Saya omong kemarin karena berdasarkan si Yohanes itu omong kemarin dulu (Senin) sampai kapan (penghentian penggusuran) supaya saya tanggung jawab ke bos. Jangan terlalu lama karena alat ini mau dibawa. Sudah janji hari tadi, saya pikir mereka datang jam 8 tapi mereka datang jam 10, sudah saya eksekusi jam 8 karena jam kerja, tapi mereka datang jam 10,” ujarnya.
“Memang betul dari Kamtibmas itu, saya laporkan ke Leo Chandra dan pengacaranya tapi mereka bilang tidak bisa, kalau mereka bawa dasar – dasar (bukti kepemilikan) baru stop. Kalau tidak ada dasar dasarnya tidak usah,” ujarnya menirukan perkataan pengacara Leonardus Chandra yakni Gabriel Kou.
Karena menurutnya, penggusuran pada lahan yang dimaksud merupakan lahan milik Leonardus Chandra yang telah mengantongi Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terbit pada tahun 2005. Dengan masing masing sertifikat memiliki luas lahan dengan total kurang lebih mencapai 11 hektare.
Kepada warga yang bersikeras ingin bertemu dengan Leo Chandra dan mempertanyakan kepemilikan lahan oleh Leonardus Chandra, Hendrikus mempersilakan warga untuk melaporkan tindakan penggusuran yang dilakukannya ke pihak yang berwajib.
“Dan saya omong juga ke Babinsa dan Bhabinkamtibmas serta warga kemarin, alangkah baik bapak – bapak laporkan kami ke polisi. Paling kami jawab kami disuruh Leo Chandra, kami kerja dengan dia, ini alat dia punya, kami disuruh oleh dia. Laporkan ke polisi kalau memang betul mereka punya tanah bahwa lapor penyerobotan, ini kan tidak, sehingga disitu saya sampaikan ke lawyer itulah fakta – fakta di lapangan,” ujarnya.
Adapun buntut dari kegiatan pemberhentian paksa yang dilakukan oleh sekelompok warga, Hendrikus menyebutkan aksi warga sudah dilaporkan kepada Leonardus Chandra dan selanjutnya pihaknya dalam waktu dekat akan melaporkan tindakan penerobosan yang dilakukan oleh salah seorang warga di dalam lahan milik Leonardus Chandra. Sekaligus melaporkan Yakobus Syukur karena dinilai telah membagi tanah milik Leonardus Chandra kepada sejumlah warga tanpa sepengetahuan Leonardus Chandra.
“Selanjutnya kita liat saja mungkin habis Minggu kalau tidak habis paskah kami lapor polisi, bahwa fakta rumah Yohanes ada di sana. Rumah menurut lawyer itu istilahnya penyerobotan karena ada rumah di dalamnya. Trus Si Yakobus ada surat pernyataan karena tahun itu dia yang jaga sejak Bapanya Leo Chandra, nyatanya di lapangan dia ketua panitia untuk bagi semua itu tanah. Yang kedua kepemilikan tanah itu tidak ada orang asli, tapi kebanyakan dari Ruteng kalau tidak salah setelah saya cek ada yang dari Hombel dan lain lain,” ujarnya. (334)