JAKARTA | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga, mantan Kepala Bea dan Cukai Makassar Andhi Pramono menerima gratifikasi sebesar Rp 28 miliar. Pemerimaan gratifikasi itu diduga sejak 2012-2022 dalam jabatannya selaku PPNS, sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Dugaan penerimaan gratifikasi oleh AP (Andhi Pramono) sejauh ini sejumlah sekitar Rp 28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (7/72023).
Dugaan penerimaan ini karena dirinya memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker (perantara) dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktifitas bisnisnya.
Sebagai broker, Andhi diduga menghubungkan antar importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia yang diantaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja.
“Dari rekomendasi dan tindakan broker yang dilakukannya, Andhi Purnomo diduga menerima imbalan sejumlah uang dalam bentuk fee,” ucap Alex.
Menurut Alex, setiap rekomendasi yang dibuat dan disampaikan Andhi Purnomo diduga juga menyalahi aturan kepabeanan termasuk para pengusaha yang mendapatkan izin ekspor impor diduga tidak berkompeten. Siasat yang dilakukannya, tidak lain untuk menerima fee diantaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee.
“Tindakan Andhi Purnomo dimaksud diduga sebagai upaya menyembunyikan sekaligus menyamarkan identitasnya sebagai pengguna uang yang sebenarnya untuk membelanjakan, menempatkan maupun dengan menukarkan dengan mata uang lain,” tegas Alex.
KPK juga menduga Andhi turut membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluannya dan keluarganya.
“Do antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp 652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp 1 miliar, dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel senilai Rp 20 miliar,” papar Alex.
Andhi disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Turut disangkakan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (305/jpc)