Acara ‘Doal Bancik’: Tradisi Memohon kepada Tuhan dan ‘Penjaga Tanah’ untuk Hasil Panen Berlimpah

upacara
Acara 'Doal Bancik' di Sawah Fredy Haby. (rob)

BORONG | patrolipost.com – Orang Manggarai dalam menjalin interaksi dengan alam meyakini bahwa lahan seperti sawah, kebun maupun ladang mempunyai penjaga yang tak kasat mata. Berkaitan dengan hal itu, selain faktor kesuburan tanah dan teknik perawatan yang baik, tanaman yang menghasilkan juga dipercaya sangat bergantung bagaimana para ‘penjaga tanah’ diperlakukan oleh pemilik kebun, sawah maupun ladang.

Salah satu tradisi yang diwariskan turun temurun adalah tradisi ‘Dur Utung/Doal Bancik’. Acara ini diadakan di sawah setelah musim tanam yang bertujuan untuk mengucap syukur kepada Tuhan dan ‘penjaga tanah’ serta memohon hasil yang berlimpah untuk padi yang sudah ditanam

“Acara ‘doal bancik’ wajib dilakukan setelah musim tanam. Namun pada prakteknya, banyak juga yang mengabaikan hal tersebut. Dampaknya, hasil padi berkurang karena berbagi dengan hama seperti tikus dan burung pipit,” jelas Bernadus, seorang tokoh adat di Heso, Lambaleda Selatan, Manggarai Timur, Kamis (13/3/2025) saat menghadiri acara ‘doal bancik’ di sawah Fredy Haby, salah satu petani setempat.

Menurut Bernadus, penjaga tanah akan memberi tanda dengan menyerahkan tikus, burung pipit, walang sangit, dan hama lainnya untuk menyerang tanaman padi bila proses adat di sawah diabaikan.

“Selain itu, sakit yang tidak bisa diobati secara medis juga menjadi salah satu bentuk tanda yang diberikan, meskipun hal ini cukup jarang terjadi,” jelas Bernadus.

Rangkaian upacara ‘doal bancik’ didahului dengan membakar nasi bambu di tengah sawah dan dihadiri oleh para sanak saudara yang diundang. Jumlah nasi bambu tergantung kesiapan pemilik sawah.

Selanjutnya, jubir adat dengan memegang seekor ayam akan ‘berbicara’ kepada penjaga kebun terkait maksud kedatangan mereka ke sawah pada kesempatan tersebut, disertai ungkapan syukur dan permohonan untuk menjaga tanaman padi dari hama.

Setelah selesai ‘berbicara’ kepada ‘penjaga tanah’ ayam pun disembelih, lalu hati dan sebagian ususnya dibakar, dipersembahkan bersama nasi bambu untuk ‘penjaga tanah’. Setelah mempersembahkan sesajian kepada ‘penjaga tanah’ semua yang hadir pun turut menyantap nasi bambu dengan sayuran segar dan daging ayam sisa sesajen. (pp04)

Pos terkait