BORONG | patrolipost.com – Dugaan kasus cinta terlarang Pastor Paroki St Yosef Kisol Matim NTT, Agustinus Iwanti Pr (Pastor Gusti) dengan wanita bersuami, Hermin (Mama Sindi) semakin terkuak. Kini, Valentinus (Bapa Sindi) suami Hermin buka suara menjelaskan kronologi kejadian yang sebenarnya.
Dalam keterangan persnya yang ditandatangani pada Minggu (28/4/2024) di atas materai Rp 10.000, isi klarifikasi Valentinus pada beberapa poin awal hampir sama dengan isi klarifikasi Pastor Gusti, namun ada beberapa poin yang menjadi sorotan. Beberapa poin tersebut terlihat sangat berbeda dengan isi klarifikasi Pastor Gusti. Pada klarifikasi yang disampaikan Pastor Gusti, ada bantahan terkait kisah ‘cinta terlarang’ yang melibatkan dirinya dengan Mama Sindi.
Berikut isi klarifikasi Valentinus yang terdiri atas 14 poin:
Saya Valentinus (Bapa Sindi) dengan ini menjelaskan kronologi kejadian yang sebenar-benarnya, tanpa paksaan ataupun intervensi dari pihak manapun dan sesuai dengan fakta atau kejadian yang terjadi:
- Betul bahwa keluarga saya dan Romo Gusti memiliki hubungan baik bahkan saya sudah menganggapnya seperti keluarga saya sendiri.
- Pada hari selasa tanggal 23 april 2024 pukul 18:04 Wita, Romo Gusti mengirim pesan via WhatsApp kepada istri saya untuk menyiapkan makan malam bersama di rumah saya (Bukti chat ini diambil dari hp istri saya yang tertinggal, tidak sempat dibawa saat meninggalkan rumah).
- Sekitar pukul 20:00 Wita Romo Gusti bersama 2 orang sopir (Save dan Kristo), satu orang tukang masak Paroki (Melin) dan anak Kitin tiba di rumah saya di Lembur setelah sampe di rumah, kami pihak keluarga menyuguhkan minuman kopi dan energen. Selanjutnya kami makan malam bersama.
- Sekitar pukul 21:00 Wita setelah selesai makan malam kami sharing sambil main kartu (yang main kartu saya, Romo Gusti, Kristo dan istri saya sedangkan Melin, Titin dan Siren sudah masuk ke kamar untuk tidur) sampai dengan sekitar pukul 00:00 Wita. Selanjutnya Romo Gusti pamit untuk pulang ke pastoran dan istri saya menawarkan (nek: kebiasaan kita orang Manggarai menawarkan) untuk menginap karena sudah larut malam.
- Romo Gusti pun menyetujui dan berbaring di tempat tidur samping meja makan dan mengajak Kristo untuk tidur bersama, tetapi Kristo (sopir) menolak karena katanya Romo kalau tidur sering mendengkur. Pada saat itu saya dan Kristo berencana untuk tidur di sofa depan ruang tamu. Tidak berselang lama istri saya (Mama Sindi) memangil saya untuk meminta Romo pindah tidur di dalam kamar. Saya sempat tidak menyetujui saran dari istri saya tetapi menurut istri saya tidak baik seandainya Romo tidur di samping meja makan. Dengan berat hati saya menyetujui saran dari istri saya. Kemudian saya meminta Romo untuk tidur di dalam kamar dan Romo pun menyetujuinya. Selanjutnya saya dan Kristo pindah di tempat tidur di samping meja makan yang semulanya ditempati Romo. Sedangkan Istri saya (Mama Sindi), Siren (anak bungsu), Melin dan Kitin tidur di kamar tengah. Santo (anak ke 2) dan Save tidur di kamar depan. Setiap kamar tidur masing masing memiliki pintu lengkap dengan kain gorden.
- Sekitar pukul 02:00 Wita saya melihat istri saya keluar dari kamar menuju tempat saya dan Kristo tidur, pada saat itu saya belum tidur. Saya pun mulai curiga mengapa istri saya belum tidur. Saya melihat istri saya kembali ke dalam, tetapi bukan ke kamar tidurnya melainkan menuju ke kamar yang ditempati Romo Gusti tidur. Tidak berselang lama karena merasa janggal saya ikut masuk ke kamar yang ditempati Romo, pintu kamar dalam keadaan tidak terkunci.
- Saya mendapati istri saya dan Romo, tidur berdua dalam satu selimut. Melihat Mama Sindi tidur dalam satu selimut dengan Romo, saya syok lalu memegang kaki istri saya sambil menarik selimut, saya melihat mereka sedang berpelukan. Melihat itu saya emosi dan marah lalu menampar mereka berdua. Saya menangis sambil berteriak mengancam Mama Sindi. Kemudian saya ke dapur untuk mengambil parang. Setelah saya kembali, istri saya sudah lari ke luar rumah, sedangkan Romo tetap di situ untuk menenangkan saya.
- Mendengar teriakan saya, semua orang di dalam rumah terbangun dari tidur. Santo anak kedua saya berlari ke luar rumah mengejar istri saya sedangkan Melin, Save dan Kristo langsung berlari ke luar rumah, Siren dan Kitin tetap berada di dalam rumah.
- Melihat saya memegang parang, Romo Gusti mendorong saya dan menindih badan saya di tempat tidur sambil mengamankan parang di tangan saya agar tidak mengejar istri saya. Saya sangat terpukul, saya menangis sambil memaki Romo Gusti karena saya merasa dikhianati.
- Beberapa menit kemudian Santo anak saya kembali tetapi tidak bersama istri saya, dengan penuh emosi santo membanting pintu dan menarik saya dari tindihan Romo Gusti. Kejadian ini disaksikan anak saya (Siren) dan Kitin.
- Kemudian Romo Gusti berlutut memohon ampun dan menangis sambil berkata: “Bapa Indi ampong, saya yang salah, kamu pukul saja saya”. Hal ini disampaikan kurang lebih 4 kali kepada saya, Romo juga memohon ampun dan memeluk anak Santo sambil menangis dan berkata: “Somba somba, saya minta maaf, tolong jangan kasih tau ke siapa-siapa, kalau kamu angkat masalah ini, hancur saya”. Di saat itu saya hanya menangis dan menyuruh Romo pulang, sambil berkata: “lebih baik Romo pulang sebelum saya teriak memanggil keluarga di sekitar rumah saya”.
- Sekitar pukul 03:00 Wita sebelum Romo bersama karyawan pulang, sekali lagi dia bersujud dan berkata kepada saya: “bapa indi, saya minta maaf. Saya sudah terlanjur dengan Mama Sindi kasus ini tolong diam-diam saja sebab kalau ite bongkar, saya hancur”. Kejadian ini disaksikan oleh Santo, Siren, Kitin dan salah satu tetangga yang sempat hadir karena terbangun mendengar keributan di rumah saya. Setelah itu Romo dan rombongannya pulang kembali ke Paroki Kisol.
- Pada hari Rabu tanggal 24 Aapril sekitar pukul 19:00 Wita, saya bersama Santo, 2 orang adik ipar saya, menuju ke Kevikepan Borong untuk melaporkan kejadian ini. Laporan saya diterima langsung oleh Romo Simon Nama Pr (Vikep Borong).
- Dari hari kejadian sampai dengan kronologi kejadian ini dibuat, saya bersama keluarga tidak mengetahui keberadaan istri saya. Demikian kronologi kejadian yang saya buat, saya memohon doa dan dukungan kepada saya dan anak anak yang menjadi korban. Saya berharap masalah yang menimpa saya dan keluarga saya dapat diselesaikan secepatnya.
Itulah klarifikasi Valentinus (Bapa Sindi) terkait kasus yang menimpa istrinya (Mama Sindi) dengan Pastor Gusti. Valentinus memergoki sendiri istrinya saat satu selimut berdua dengan Pastor Gusti. Banyak perbedaan jika dibandingkan dengan klarifikasi yang disampaikan Pastor Gusti sebelumnya. Dari sekian banyak perbedaan, isi poin ke tujuh jadi klimaks dari kisah ‘cinta segitiga dan terlarang’ tersebut. (pp04)