SINGARAJA | patrolipost.com – Pemkab Buleleng akhirnya mengaktifkan kembali ratusan ribu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khusus pada iuran JKN kelas III setelah sebelumnya sempat diblokir. Langkah itu diambil setelah DPRD Buleleng mengeluarkan rekomendasi usai rapat bersama eksekutif dan Komisi IV DPRD Bali membahas persoalan tersebut, Senin (6/1/2020).
Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna mengatakan, Dewan Buleleng memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi seluruh masyaraktat Buleleng yang sudah terdaftar sebagai peserta PBI daerah. Politisi yang biasa dipanggil Supit ini menyampaikan hal itu usai rapat bersama tim anggaran pemerintah daerah yang dihadiri Sekda Dewa Ketut Puspaka, Dinas Sosial, Dinas kesehatan dan RSUD Kabupaten Buleleng.
“Kenaikan iuran JKN ini jangan sampai membebani masyarakat, biar kita yang berusaha mencarikan jalan keluarnya,” kata Supit.
Perpres No 75 tahun 2019 tentang perubahan Perpres No 82 Tahun 2018 mengenai Jaminan Kesehatan Nasional, tentang perubahan besaran iuran penerima PBI daerah, naik hingga 100 persen. Kondisi itu membuat Pemkab Buleleng kelabakan akibat kekurangan anggaran guna mengcover seluruh peserta JKN yang terdaftar sebagai penerima PBI daerah.
“Kami memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan addendum perjanjian kerja sama dengan BPJS. Anggaran sebesar Rp 97 miliar dari anggaran induk APBD tahun 2020 dimanfaatkan untuk mencover seluruh penerima PBI ABPD selama 7 bulan,” kata Supit. Sisanya 5 bulan, akan diupayakan menggunakan pos lain pada anggaran perubahan 2020.
“Bisa saja pos anggaran itu dari pengurangan anggaran bansos anggota dewan dan bupati. Atau kita genjot pemasukan dari sektor PAD sehingga sisa 5 bulan bisa dibayarkan kepada BPJS,” imbuh Ketua Komisi IV DPRD Buleleng Luh Hesti Ranitasari.
Sementara Sekda Puspaka mengatakan, Pemkab Buleleng berkomitmen untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Anggaran sebesar Rp 97 milyar telah dipasang bersama dengan dana sharing dari provinsi untuk menjangkau seluruh peserta PBI berdasarkan data.
“Pada saat buat anggaran iuran sebesar Rp 23 ribu. Dan ada regulasi baru iurannya naik menjadi Rp 42 ribu. Jadi, ada kekurangan sebesar Rp 62 miliar. Jika sharing dengan provinsi, kabupaten harus menyiapkan Rp 30 miliar,” jelasnya.
Kebutuhan dana untuk membayarkan 317.244 peserta PBI sebesar Rp 159 miliar lebih. Dana itu sharing dengan provinsi Rp 81 miliar lebih dan Kabupaten Rp 78 miliar lebih. Saat ini baru ada Rp 97 miliar dan kekurangan sebesar Rp 62 miliar. Dan Kabupaten Buleleng mesti siapkan anggaran Rp 30 miliar lebih.
“Solusinya kita aktifkan dulu yang sempat terblokir. Namun, Rp 97 miliar itu hanya cukup untuk tujuh bulan. Sehingga kita akan rancang perubahan addendum kerjasama dengan BPJS Kesehatan. Sisanya Rp 30 miliar lebih akan dipikirkan di anggaran perubahan,” kata Puspaka.
Kasus ini, katanya, bukan kesalahan membuat anggaran. Namun kenaikan iuran BPJS saat itu baru sebatas wacana dan belum ada aturan resmi. “Kita tidak bisa membuat anggaran dengan dasar asumsi. Harus ada surat resmi sebagai dasar,” tandasnya.
Sebelumnya, penonaktifan KIS sebanyak 134.691 jiwa dari total 317.244 jiwa pemegang KIS ini, lantaran anggaran Pemkab Buleleng tahun 2020 tak mampu mengcover sebanyak 317.244 jiwa setelah iuran PBI naik sebesar Rp 42 ribu dari sebelumnya Rp 23 ribu. Dengan demikian, warga miskin yang terakomodasi hanya sebanyak 182.553 jiwa. (625)