RUTENG | patrolipost.com – Syarat adat pernikahan Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) memang unik. Belis (penghargaan/mahar) dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan wajib berupa gading. Padahal dari dulu sampai sekarang tidak ada gajah di Flores Timur.
Runyamnya lagi, mahar atau belis yang wajib diserahkan ke pihak perempuan tidak cukup satu, melainkan 5 gading. Padahal harga gading tidaklah murah, mencapai puluhan juta rupiah, serta sulit didapatkan.
“Kami di sini, kalau bayar belis harus 5 gading. Di antara 5 gading itu ada yang disebut gading utama, itu paling panjang di antara gading yang ada dan tentunya paling mahal,” ungkap Brandon, warga Larantuka asal Adonara, Kamis (20/10/2022).
Menurut Brandon, jika diuangkan 5 gading tersebut bernilai ratusan juta rupiah. Meski demikian rata-rata keluarga laki-laki pasti akan mengupayakan 5 gading tersebut.
Tradisi belis dengan gading bukan hanya di Flores Timur (Flotim) saja, melainkan juga ada beberapa daerah lain. Contoh saja daerah Sumba Barat Daya. Permintaan belis pakai gading tidak sebanyak di Flotim, bisa sepasang atau satu gading saja.
Salah satu pria dari Manggarai, Ombik Palur yang istrinya berasal dari Sumba membeberkan, gading menjadi mahar yang diminta mertuanya. Adapun gading tersebut nantinya diproses menjadi gagang parang adat.
“Dengan gagang dari gading, parang akan bertambah nilainya. Siapa pun yang mempunyai parang dengan gagang dari gading termasuk golongan orang terpandang,” ungkap Ombik.
Ombik yang berasal dari tempat yang tidak ada gading pun ke Flores Timur, tepatnya di Larantuka untuk membeli gading dengan kisaran harga Rp 30-40 juta.
“Gading sebagai barang langka tentu saja tidak ada yang murah. Namun karena mahar adalah kewajiban maka mesti diupayakan harus ada,” jelasnya.
Meskipun gading tergolong barang langka, namun karena diwajibkan maka mesti diupayakan untuk bisa dibeli.
“Gading adalah konsekuensi dari mana jodoh berasal. Jika berasal dari tempat yang maharnya pakai gading, permintaan itu wajib dipenuhi. Namun hal itu bukan berarti harga diri perempuan setara dengan taring gajah tersebut. Tetap saja harkat perempuan di atas segalanya,” pungkasnya. (pp04)