LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pembangunan Kawasan Wisata Terpadu dalam kawasan hutan Bowosie dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan yang berkelanjutan. Hal ini dilakukan agar menghasilkan ekosistem pariwisata yang berkualitas tanpa menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan.
Direktur Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPO-LBF) Shana Fatina menyampaikan, dalam membangun kawasan wisata terpadu ini, pihaknya selaku Satuan Kerja Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) telah melalui semua tahapan prosedur yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah penyusunan Dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
Penyusunan Amdal ini jelas Shana mulai dilakukan pada tahun 2019 dan berakhir pada tahun 2020 dengan melibatkan pihak pihak terkait. Salah satu tahapan yang dilakukan yakni sosialisasi Amdal pada bulan Desember 2019 yang diikuti oleh 44 orang dari berbagai lembaga di Manggarai Barat.
“Jadi Amdal ini sebenarnya mulainya sudah lama, dari November tahun 2019 itu sudah mulai kita daftarkan, kemudian berproses dan 2020 itu selesai. Tentunya Amdal ini sama seperti Amdal-Amdal yang lainnya, dilakukan sesuai dengan tahapan dan prosedur yang seharusnya, dikawal penuh oleh teman teman provinsi NTT,” ujar Shana, Senin (25/7/2022).
Konsultasi publik tersebut tepatnya dilakukan di Kantor Camat Komodo, adapun hal yang dibicarakan soal rencana pengelolaan dan pembangunan kawasan pariwisata Labuan Bajo Flores pada lahan seluas 400 Ha di hutan Bowosie, Desa Gorontalo, Desa Golo Bilas, Desa Wae Kelambu, dan Desa Nggorang, Kecamatan Komodo.
Pada masa pandemi Covid-19, proses terakhir pengurusan Amdal tetap dilakukan secara online dan offline tapi terukur di Hotel La Prima. Shana memastikan, semua pihak dari pemerintah dan elemen masyarakat telah dilibatkan dalam proses Amdal.
“Semua elemen masyarakat, Kepala Desa, Camat, OPD semua hadir, kemudian dari masyarakat perwakilan-perwakilan, tokoh-tokoh juga semua hadir yang berkepentingan dan juga akan terdampak dari proyek pengembangan lahan otorita,” ucapnya.
Shana menjelaskan kembali bahwa dalam pengurusan Amdal telah sesuai dengan prosedur yang ada. Proses itu kata dia, telah melibatkan banyak pihak dari seluruh elemen masyarakat.
“Kalau misalkan kita omong sesuai prosedur kan memang dari awal keterlibatan masyarakat pasti ada di dalam Amdal itu. Nah kembali lagi kita juga tidak mungkin meraih seluruh masyarakat satu persatu, sehingga metode yang kita lakukan adalah berkomunikasi dengan tokoh-tokoh masyarakat dan harapannya bisa dibantu ikut menyosialisasikan dari pimpinan masyarakat tersebut,” lanjutnya.
Dalam proses Amdal ini, pihaknya juga fokus pada pengelolaan limbah di lahan tersebut. Mulai dari penyiapan tempat – tempat sampah hingga kepada proses pengolahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Kalau untuk limbah memang di lokasi kita siapkan tempat pengumpulan sampah. Nah, kemudian nanti akan kita olah dan kita bawa ke TPA yang ada di Manggarai Barat,” ujarnya
Turut menjadi fokus kerja dalam proses ini adalah meminimalisir dari sisi pengolahan limbah itu sendiri dengan melakukan pemilahan dengan menggunakan mesin-mesin untuk bisa memastikan pengelolaan limbah setelah dikumpulkan.
Shana menambahkan, pihaknya juga akan bekerjasama dengan komunitas pengelola sampah di Labuan Bajo untuk sampah-sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk didaur ulang sehingga memberikan nilai ekonomis. (334)