DENPASAR | patrolipost.com – Harapan mantan Ketua Kadin Bali AA Alit Wiraputra mendapat keringanan hukuman dengan mengajukan banding atas putusan majelis hakim PN Denpasar, pupus setelah Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar justru menambahnya menjadi 3 tahun. Hukuman ini lebih berat 1 tahun dari vonis PN Denpasar yakni 2 tahun penjara.
Ditambahnya hukuman terhadap politisi Partai Gerindra itu dibenarkan Jaksa Paulus Agung yang menangani perkara ini. “Iya, benar dinaikkan menjadi 3 tahun penjara,” kata Jaksa Kejati Bali saat dikonfirmasi, Senin (25/11).
Atas putusan hakim PT Denpasar itu, Alit tampak belum patah arang. Melalui kuasa hukumnya, Tedy Raharjo, kembali melakukan upaya hukum kasasi. “Kami tidak sependapat dengan putusan hakim (PT Denpasar) karena pertimbangannya hanya untuk memenuhi rasa keadilan. Itu kan subjektif,” kata Teddy saat dikonfirmasi via whatsapp.
Menurut Teddy, kasus yang membeli Alit ini tidak berdiri sendiri karena ada beberapa pihak yang juga kebagian menerima dana Rp 16,1 miliar tersebut.
“Awalnya kan begini, dia (Alit) ini perkenalkan oleh Jayantara. Jayantara terima duit bulan Maret 2012 sebesar Rp2,5 miliar, Sandoz minta Rp 6 miliar, Candra juga minta. Jadi, sebetulnya tindak pidana ini bukan tindak pidana yang berdiri sendiri,” kata pengacara energik ini.
Hal ini yang menurut Teddy tidak memenuhi rasa keadilan karena hanya Alit seorang saja mendapat hukuman, sedangkan yang lain masih bebas dari proses hukum. “Apakah ini memenuhi rasa keadilan (pertimbangan hakim PT Denpasar)? Kan tidak. Karena bagaimana dengan yang lain? Yang ikut terima dana kok tidak dipenjara. Apakah ini berkeadilan?” kata Teddy.
Sementara terkait persoalan izin reklamasi, Teddy menegaskan bahwa perbuatan peristiwa tindak pidana itu belum sempurna. Perizinan itu sudah diajukan ke Gubernur Bali, hanya belum turun, bukan tidak dikabulkan. Namun belum turun sebagaimana batas waktu yang ditentukan.
Oleh karena itu, pihaknya akan mengajukan upaya hukum kasasi. “Tanggal 1 November hasil putusan (banding, red) keluar, tanggal 5 (November) saya sudah nyatakan kasasi. Dan besok saya ajukan memori kasasinya,” tandas Tedy Raharjo.
Disinggung materi memori kasasi, Tedy Raharjo kembali mengungkapkan bahwa perkara ini kliennya tidak bertindak sendiri. Ada beberapa nama lain seperti Putu Sandoz Prawirottama anak eks Gubernur Bali Mangku Pastika, ada Candra Wijaya dan Putu Jayantara.
“Kenapa hanya klien kami yang dipidana. Seharusnya pasal yang digunakan secara bersama-sama, bukan hanya klien kami yang disalahkan sementara yang lainnya tidak jadi tersangka,” ujar Tedy Raharjo.
Sementara Agus Sujoko selaku kuasa hukum korban, Sutrisno Lukito dan Abdul Satar mengatakan putusan itu sudah cukup memenuhi keadilan kliennya. “Apalagi gugatan Alit juga ditolak hakim, putusannya sudah berkekuatan hukum tetap,” ungkap Agus Sujoko.
Dalam kasus ini Alit dikenakan Pasal 378 KUHP. Kasus ini berawal pada tahun 2011, ketika Sutrisno bersama rekannya yang bernama Abdul Satar datang ke Bali untuk berinvestasi di proyek dermaga baru di kawasan Pelabuhan Benoa yang akan dijadikan tempat bersandarnya kapal-kapal pesiar.
Lalu, Sutrisno menyuruh Candra Wijaya untuk mencari orang yang bisa mengurus proses pengajuan perizinan proyek tersebut. Candra kemudian menghubungi Made Jayantara, lalu Jayantara menghububungi terdakwa yang pada saat itu menjabat sebagai wakil Ketua Kadin Bali.
Singkat cerita, terdakwa pun menyangupi permintaan dari Sutrino untuk dipertemukan dengan Gubenur Bali, Mangku Pastika. Setelah itu Jayantara memperkenalkan Alit kepada Candra.
“Pada tanggal 23 November 2011, bertempat di kantor HIPMI di Sanur, Jayantara mempertemukan Candra dengan terdakwa dan Putu Pasek Sandoz Prawirottama, untuk membagi peran dan tugas dari Jayantara,” beber Jaksa Raka.
Menariknya lagi, dalam pertemuan dengan Sutrisno dalam rangka membahas kesepakatan pengurusan izin proyek tersebut, terdakwa mengaku sebagai anak angkat dari Mangku Pastika. (426)