SINGARAJA | patrolipost.com – Keluhan para pengusaha berkaitan dengan perizinan terutama soal izin Air Bawah Tanah dan Sektor Pertambangan (ABT) akibat tata kelola perizinan tidak jelas masih terus menuai polemik. Terlebih setelah Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Buleleng menggelar forum group discussion (FGD) dalam rangka memfasilitasi para pengusaha untuk membahas persoalan terkait izin ABT, Kamis (23/11/2023) lalu menyisakan tanda tanya.
Pasalnya hasil FGD tersebut masih belum menemukan jalan keluar dan memantik rasa khawatir para pengusaha terjebak urusan hukum akibat sulitnya mendapatkan izin usaha.
Keresahan para pengusaha itu direspon Wakil Ketua DPRD Buleleng I Ketut Susila Umbara yang meminta agar para pengusaha secara terus menerus melakukan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali terutama dinas terkait. Ia menyatakan itu disebabkan perizinan terkait ABT bukan kewenangan kabupaten melainkan pemerintah pusat dan fasilitasi oleh pemprov.
“Saran saya karena soal izin ABT merupakan wewenang pemerintah pusat, silakan para pengusaha yang bergerak di sektor ABT melengkapi persyaratan untuk mendapatkan izinnya. Berkoordinasi dengan Pemprov sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat,” kata Susila Umbara, Senin (27/11/2023).
Terlebih saat ini telah terbit surat keputusan bersama (SKB) 3 menteri yang mengatur soal perizinan ABT dengan memberikan kelonggaran tenggat waktu 3 tahun untuk mengurusnya. “Saya mendapat penjelasan dari Kepala Dinas PMPTSP (I Made Kuta, red) ada SKB 3 Menteri yang memberikan peluang selama 3 tahun untuk melengkapi pesyaratan perizinan,” imbuhnya.
Selain itu pada FGD yang digelar DPMPTSP Kabupaten Buleleng beberapa waktu lalu, menurut politisi Partai Golkar ini seharusnya menyertakan aparat penegak hukum dari Kepolisian untuk samakan persepsi. “Seharusnya dari Kepolisian hadir (dalam FGD tersebut, red). Mengingat hal ini bukan kewenangan kabupaten silakanlah berkoordinasi dengan Pemprov,” tandas Susila Umbara.
Sebelumnya sejumlah pengusaha mengeluhkan aturan yang berkaitan dengan perizinan ABT. Banyak diantaranya terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum akibat usahanya dianggap illegal. Namun mereka tetap ditarik pajak untuk dibayarkan ke kas daerah.
Kepala Dinas DPMPTSP Kabupaten Buleleng I Made Kuta SSos mengatakan pihaknya mengundang para pengusaha dari sektor pariwisata maupun Galian C pertambangan dalam rangka memfasilitasi permasalahan pelaku usaha terkait perizinan ABT. Dalam kasus yang mencuat ke permukaan, kata Kuta, pengusaha pariwisata terutama perhotelan kebanyakan menggunakan air bawah tanah untuk menjalankan usahanya.
Persoalan muncul sejak Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disahkan dengan turunan PP No 5 Tahun 2021 tentang perizinan berbasis risiko. Sedangkan usaha bidang ABT masuk dalam katagori berisiko tinggi karena itu kewenangan untuk menerbitkan izin ada di pemerintah pusat.
“Kita yang di daerah tidak tinggal diam melihat kondisi tersebut mengingat persyaratan untuk perizinan cukup lumayan karena harus menyertakan rekomendasi dari BWS (Balai Wilayah Sungai), rekomendasi PDAM dan izin lingkungan yakni UKL-UPL dan itu cukup dirasakan bagi pengusaha,” terang Kuta. (625)