SINGARAJA | patrolipost.com – Ada tangis dan isak haru mewarnai Hari Anti Korupsi Dunia (Hakordia) 2023 di Buleleng. Seorang ibu bernama Nunuk Purwandari mengaku anaknya Leviana Adriningtyas (26) menjadi tersangka dalam kasus dugaan perizinan tambang Galian C. Ironisnya ia juga mengaku diperas oknum polisi yang bertugas di Polda Bali Rp 1,8 miliar agar anaknya yang tercatat sebagai Direktur PT Sancaka Mitra Jaya beralamat di Denpasar lolos dari jerat hukum.
Tidak hanya itu, anaknya dalam keadaan depresi dan mengalami sejumlah luka akibat terjatuh dari sepeda motor pasca ditetapkan menjadi tersangka, ditangkap paksa dan dijebloskan ke sel tahanan dalam kondisi sakit. Ia pun dikabarkan sempat muntah-muntah saat menjalani pemeriksaan di penyidik Ditkrimsus Polda Bali.
Hal itu terungkap saat LSM Gema Nusantara (Genus) Buleleng dibawah kendali Anthonius Sanjaya Kiabeni mendatangi Gedung DPRD Buleleng untuk menyampaikan aspirasi terkait Hakordia 2023. Anthon bersama puluhan masyarakat berprofesi sopir angkutan Galian C melakukan long march dari depan Taman Kota Singaraja menuju Tugu Singa Ambara Raja, sebelum ke Gedung Dewan, Kamis (7/12/2023).
Nunuk Purwandari terlihat emosional saat menceritakan peristiwa yang dialami anaknya di hadapan Sekwan DPRD Buleleng I Gede Sandhiyasa dan Kabag Humas Ir Nyoman Budi Utama tanpa kehadiran anggota Dewan satu pun yang konon tengah melakukan kunker ke luar daerah.
“Pak Jokowi, Pak Kapolri tolong saya, anak saya dalam kondisi depresi ditahan. Saya tidak mau anak saya menjadi gila. Siapa yang bertanggungjawab? Ini bukan kesalahan anak saya,” teriak Nunuk sembari terisak.
Nunuk juga menyebut anaknya sebagai pengusaha Galian C di Banjar Yeh Anakan Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt merupakan pembayar pajak tiga besar terbaik di Pemkab Buleleng.
”Tiga tahun berturut-turut anak saya bekerja dan pulang sekolah dari luar negeri dan ingin membangun negeri, sekarang anak saya dizolimi, dikriminalisasi, dimatikan masa depannya, dihancurkan nama baiknya. Hanya bapak yang bisa tolong kami,” ujarnya.
Nunuk menceritakan kronologis penangkapan anaknya yang dijerat dengan tindak pidana melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa izin pasal 158 UU No 3/2020 tentang Perubahan atas UU No 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batuan. Pelapor atas kasus tersebut Bernama I Dewa Gede Budiasa dengan surat bukti lapor No LP/A/47/XI/2023/SPKT.DITKRIMSUS/POLDA BALI tanggal 31 Oktober 2023.
Anehnya tak hanya dianggap melakukan penambangan illegal, Leviana awalnya dianggap menyalahgunakan bahan bakar bersubsidi serta melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa izin yang diduga terjadi di proyek senderan pantai Lima Pererenan. Dan terbukti Leviana tidak menggunakan BBM industri. “Dan semua itu tidak terbukti setelah ditunjukkan bukti pembelian BBM Industri,” ujar Nunuk.
Setelah itu kata Nunuk, Leviana mengalami depresi berat hingga terjatuh dari sepeda motor setelah diminta menyediakan uang sebesar Rp1,8 miliar karena dianggap tidak mengantongi izin usaha serta tuduhan pemakaian BBM illegal untuk operasional. Setelah ditunjukkan bukti aparat kekeh dan tetap menyita alat berat berupa eskavator.
“Anak saya depresi karena diminta uang sebesar Rp 1,8 miliar. Dari mana saya mendapat uang sebesar itu. Dan itu diberi batas waktu hanya 4 hari saja dengan ancaman jika tidak diberikan proses hukum akan berlanjut,” terangnya.
Terkait izin, katanya kalau tidak berizin semua (yang berusaha di tempat itu kurang lebih 12 pengusaha) juga tidak mengantongi izin. “Pada saat di BAP anak saya dalam keadaan sakit dan sempat muntah-muntah. Besoknya kembali di BAP dan sore hari anak saya ditangkap,” imbuhnya sembari terisak.
Oknum yang diduga melakukan pemerasan tersebut perwira di Polda Bali bertugas di Ditkrimsus berpangkat AKBP berisnial U serta oknum berinisial H berpangkat Kompol. ”Dan kasus (pemerasan) itu sudah kami laporkan ke Propam Mabes Polri,” ujarnya.
Menyikapi kondisi tersebut, LSM Genus Buleleng Anthonius Sanjaya Kiabeni mengatakan telah melakukan monitoring dalam rangka advokasi dan menemukan ada koordinasi penambang dalam bentuk tertentu. Koordinasi dilakukan mulai dari tingkat desa hingga aparat di atas. Anehnya kata Anthon, ada upaya tebang pilih dalam kasus ini. Bahkan rujukan hukum melalui UU Omnibus Law tidak memungkinkan untuk dilakukan penahanan.
”Ini bukan kesalahan pengusaha tambang. Ada kekosongan hukum akibat kurangnya kinerja aparat daerah, untuk itu segera terbitkan RDTR karena dari sektor PAD sangat luar biasa,” kata Anthon.
Anthon menyebut tenaga kerja yang diserap di sektor tambang tersebut sangat tinggi. Bahkan hingga ratusan orang tenaga kerja bisa dipekerjakan. Ia juga mengatakan sumber daya alam di tempat itu berupa batuan sangat berkualitas tinggi. “Kenapa tidak kita manfaatkan dengan baik untuk kepentingan Pembangunan di Buleleng,” ujar Anthon.
”Kasus dugaan pemerasan oleh oknum polisi kepada pengusaha tambang di Buleleng berpotensi memunculkan kasus Firli (Ketua KPK) jilid dua. Ini yang kita sayangkan kalau benar hal itu terjadi,” tandas Anthon. (625)