JAKARTA | patrolipost.com – Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) ditolak mentah-mentah oleh kaum buruh. Meski Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah meneken beleid mengenai simpanan untuk kebutuhan papan, buruh meminta aturan itu dicabut.
Adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera yang sudah diteken Jokowi baru-baru ini. PP itu menuai sorotan publik, tentu saja buruh sebagai golongan paling berkepentingan juga berteriak kencang memprotes aturan itu.
Tapera nantinya bakal memotong gaji 3 persen dari para pekerja. ‘Si bos’ menyetor 0,5 persen, sedangkan si pekerja menyetor 2,5 persen untuk Tapera. Bila pekerja mandiri, maka 3 persen dari gaji untuk Tapera ditanggung semua oleh si pekerja itu.
Nantinya tabungan itu bisa diambil setelah pensiun atau meninggal dunia. Tahun 2027 bakal menjadi momentum kewajiban semua perusahaan mendaftarkan pekerjanya ke BP Tapera.
Demonstrasi digelar buruh di kawasan seberang Monas, Patung Arjuna Wijaya atau Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024) tadi. Mereka mengeluhkan potongan gaji yang harus mereka tanggung apabila nanti Tapera diberlakukan.
“Karena buruh sudah dipotong hampir 12 persen, pengusaha sudah hampir dipotong 18 persen. Buruh sudah dipotong jaminan pensiun 1 persen, jaminan kesehatan 1 persen, PPh 21 pajak 5 persen, jaminan hari tua 2 persen, sekarang Tapera 2,5 persen, total mendekati hampir 12 persen,” kata Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, dalam aksi tolak PP Tapera di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Kamis (6/6).
Said mengatakan kehadiran Tapera nantinya hanya memperberat ekonomi dari kelompok buruh. Dia khawatir potongan dari Tapera bisa membuat buruh hanya membawa slip gaji tiap bulan.
“Dalam kesempatan ini menyampaikan ke Bapak Presiden Jokowi, bisa-bisa buruh pulang ke rumah cuma bawa slip gaji,” lanjutnya.
“Ini memberatkan di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen akibat upah naik 1,58 persen, sedangkan inflasi 8 persen, ditambah lagi Tapera 2,5 persen,” ujar Said.
Khawatir Ladang Korupsi
Kelompok buruh juga khawatir terkait transparansi pengelolaan dana Tapera. Said mengatakan buruh khawatir Tapera hanya menjadi ladang korupsi baru.
“Kalau dia dikelola oleh pemerintah padahal uangnya rakyat, pertanyaannya ada jaminan nggak bakal dikorupsi?” kata Said Iqbal.
Said mengatakan tidak sedikit kasus korupsi yang terjadi oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan. Dia menekankan buruh tidak rela jika uang hasil potongan Tapera itu bakal dikorupsi.
“Korupsi yang terjadi di ASABRI, dikorupsi besar-besaran. Taspen? Korupsi besar-besaran. Itu dikelola oleh pemerintah, oleh para menteri yang bertanggung jawab, buktinya dikorupsi. Kami masyarakat sipil khususnya buruh tidak rela uang ini dikorupsi,” ujar Said.
Elemen buruh hari ini melalukan demonstrasi menolak iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Mereka menilai membayar iuran Tapera merupakan hal yang percuma.
Rencana Tapera memang sudah diteken negara. Namun, kelompok buruh menilai aturan pemotongan yang dilakukan pemerintah melalui Tapera tidak memberi kepastian kepada masyarakat untuk bisa mendapat rumah.
Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh dan pemimpin salah satu serikat buruh menyoroti lokasi perumahan untuk realisasi Tapera. Sampai saat ini, lokasi rumah Tapera masih gaib.
“Pertanyaannya sederhana, tanya dulu rumahnya di mana?” ungkap Said.
Kemudian, dia menjelaskan pemotongan pendapatan 3 persen untuk Tapera tidak akan mencukupi untuk pembelian rumah. Bahkan, menurut dia, jika dihitung hingga 20 tahun pun tidak cukup untuk membayar uang muka pengambilan rumah.
“Dengan rata-rata upah Rp 3,5 juta, rata-rata upah ya untuk Indonesia, kalau dipotong 3 persen berarti kan Rp 105 ribu, setahun kali 12 (bulan) Rp 1,26 juta. Kalau sepuluh tahun cuma Rp 12,6 juta. Katakanlah 20 tahun dipotong iurannya, hanya 25,2 juta. Mana ada rumah harganya 12,6 juta sampai 25,2 juta. Bahkan sekadar untuk mendapatkan uang muka rumah itu tidak mungkin cukup,” jelas Said. (305/dtc)