SINGARAJA | patrolipost.com – Kasus hilangnya jaminan nasabah berupa sertifikat hak milik (SHM) di Buleleng ternyata belum tuntas. Pihak BPR Nur Abadi yang dianggap menghilangkan jaminan menawarkan solusi damai. Namun tawaran damai itu ditolak karena dianggap merugikan Gede Putu Arka Wijaya selaku nasabah sekaligus kreditur dalam perkara tersebut.
Tawaran damai itu mencuat saat Gede Arka Wijaya kembali mendatangi kantor BPR Nur Abadi di Desa Kerobokan Kecamatan Sawan, Buleleng. Sejumlah angggota LSM Jarri ikut mendampingi yakni Kompol (Purn) I Nyoman Supardi Maha Putra dan Ketut Yasa. Sedangkan dari pihak Nur Abadi, I Nyoman Ananta Pradnyana selaku Direktur Utama langsung memimpin negosiasi dengan Arka Wijaya.
Selama proses negosiasi berlangsung cukup alot karena pihak Arka Wijaya ngotot agar jaminan berupa sertifikat dikembalikan. Ia berdalih, selama terikat sebagai kreditur di BPR Nur Abadi tidak pernah melepas hak atas jaminan sertifikat tersebut kepada pihak lain. Bahkan ditemukan sejumlah kejanggalan dalam proses hilangnya jaminan miliknya berupa tanah seluas 300 meter persegi dengan bangunan kos-kosan di Desa Sambangan yang kemudian diketahui beralih kepada pihak lain dengan cara janggal.
“Ternyata jaminan berupa SHM milik saya telah beralih atas nama orang lain. Dan ternyata pada waktu saya melakukan akta jual beli di notaris ada bagian yang dikosongkan karena tidak ada keterangan yang menyebutkan ada transaksi antara saya dengan Arimbawa yang menjadi agunan sepengetahuan notaris, padahal AJB dan APHT sudah dibayar,” beber Arka Wijaya.
Dengan kondisi itu, Arka Wijaya mengatakan hilangnya jaminan berupa SHM di BPR Nur Abadi dan dialihkan ke pihak lain tidak atas sepengetahuannya. Anehnya, pihak notaris bersedia membayar utang Arka Wijaya sebesar Rp 300 juta sebagai bentuk kesalahan atas pengalihan jaminan tanpa hak tersebut.
“Ada pernyataan pihak notaris mau membayar utang saya. Namun sebagai korban yang telah dilaporkan ke-polisi tidak menggali fakta hukumnya selama tiga tahun dalam proses penyelidikan,” imbuhnya.
Atas tawaran damai melalui Ananta Pradnyana selaku Direktur Utama BPR Nur Abadi berupa pembayaran sisa kredit sebesar Rp 500 juta ditolak mengingat jaminan berupa SHM sudah lenyap, namun masih dianggap memiliki sisa utang.
“Ini sangat janggal karena saya berpegang pada perjanjian kredit No 7960-KH04BNA/2019 dan selama ini saya tidak melakukan wan prestasi. Jaminan saya berpindah tangan justru mengetahui dari staf di notaris. Kasus ini sudah saya laporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) namun jawaban pihak BPR Nur Abadi janggal karena sejumlah data yang disampaikan diduga penuh dengan rekayasa,” kata Arka Wijaya.
Sementara Ananta Pradnyana mengatakan pihaknya ingin menyelesaikan kasus ini dengan cara damai. Terlebih dalam catatan lokasi lahan yang dijadikan jaminan sudah dijual ke pihak lain. Hanya saja Ananta Pradnyana tidak dapat menjelaskan agunan berupa SHM beralih ke pihak lain, padahal masih sebagai jaminan kredit tanpa proses semestinya.
“Jaminannya sudah dijual dan Arka Wijaya juga sudah terima uang, ya tinggal bayar sisa kredit senilai Rp 500 juta masalah kami anggap selesai,” ujarnya.
Ananta juga mengaku telah melaporkan kasus tersebut dan saat ini tengah berproses di Sat Reskrim Polres Buleleng karena SHM yang menjadi anggunan telah dijual secara sepihak oleh penjamin dengan pengalihan sertifikat dan telah dikuatkan dengan beberapa bukti-bukti pengalihan tersebut.
Sebelumnya Arka Wijaya secara tegas membantah telah melakukan proses pengalihan tersebut, bahkan dari praktek-praktek yang dilakukan BPR Nur Abadi justru merasakan ada kejanggalan yang terjadi dengan ulah yang dilakukan oknum-oknum untuk kepentingan tertentu.
“Nah, dalam prosesnya, kami sudah membayar biaya balik nama, ada cover note di sini. Kami sudah membayar biaya balik nama dari pemilik lama ke saya. Ini ada administrasi perbankan dari notaris ke pihak Bank Nur Abadi. Secara materi ada kerugian di sini,” kata Arka Wijaya.
Sebelumnya ada kesepakatan untuk mendatangkan penjual dan pembeli tanah dalam SHM itu termasuk notarisnya.
“Mari kita sepakati untuk melakuan pertemuan dengan pihak-pihak terkait agar permasalahan ini dapat diselesaikan. Nanti saya akan mengundang Putu Arimbawa dan Putu Dodi Prawita selaku penjual dan pembeli termasuk pihak ketiga notaris Nyoman Edi Kurniawan SH MKn, untuk menyelesaikan permasalahan ini,” tandas Dirut BPR Nur Abadi. (625)