PEKANBARU | patrolipost.com – Pasca Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada 2024 di Siak, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi Berkeadilan (Kami Bela Siak) secara resmi mengajukan dokumen Amicus Curiae (sahabat pengadilan) kepada Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, Rabu (23/4/2025).
Koalisi yang terdiri dari gabungan organisasi non-pemerintah, akademisi, aktivis demokrasi, aktivis budaya, aktivis perempuan, aktivis lingkungan hidup, dan pegiat hak asasi manusia ini menyatakan bahwa pengajuan ini dilakukan untuk memberikan pertimbangan hukum kepada MK demi memastikan proses penyelesaian sengketa Pilkada Siak berjalan dengan adil, transparan, dan tepat waktu.
“Kami ingin menegaskan bahwa masyarakat sipil tidak tinggal diam melihat demokrasi lokal yang tengah digoyang oleh ketidakpastian hukum,” tegas Aktivis Lingkungan Hidup Riau, Jhony S Mundung.
Lanjut Mundung, pengajuan Amicus Curiae ini adalah bentuk partisipasi publik agar Mahkamah Konstitusi tidak salah langkah dalam mengambil keputusan yang berdampak langsung pada kehidupan masyarakat Siak.
Hingga satu bulan pasca PSU yang digelar pada 22 Maret 2025, hasil Pilkada Siak masih terkatung-katung.
Berdasarkan data resmi, pasangan calon 02, Afni – Syamsurizal, unggul dengan 82.586 suara, disusul tipis oleh pasangan calon 03, Alfedri – Husni, yang meraih 82.292 suara.
Sementara pasangan calon 01, Irving – Sugianto, tertinggal jauh dengan hanya 37.854 suara. Selisih suara antara paslon 01 dan 02 mencapai 44.732 suara, jarak yang dinilai sangat signifikan dalam konteks perselisihan hasil.
Namun demikian, Sugianto, calon wakil bupati dari paslon 01, tetap mengajukan permohonan sengketa ke MK, meski tanpa tanda tangan pasangannya, Irving Kahar Arifin.
“Ini jelas tidak memenuhi syarat formil. Pasal 157 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2016 menyatakan bahwa permohonan sengketa hanya sah jika diajukan oleh pasangan calon secara lengkap.”
“Fakta bahwa hanya satu pihak yang mengajukan, bahkan tanpa persetujuan resmi dari pasangannya, sudah cukup untuk menggugurkan gugatan ini,” tambahnya.
Lebih lanjut, Irving Kahar Arifin juga telah mengeluarkan pernyataan resmi pada 8 April 2025 yang menegaskan bahwa dirinya tidak terlibat dan tidak menyetujui pengajuan permohonan ke MK tersebut.
Koalisi Kami Bela Siak juga menyoroti dampak serius dari ketidakpastian ini terhadap kehidupan masyarakat Siak. Sejak awal tahun 2025, gaji dan tunjangan bagi aparatur sipil negara (ASN) dan pegawai daerah belum dibayarkan.
Situasi ini menciptakan keresahan dan memperburuk kondisi ekonomi lokal, terutama di sektor perdagangan dan pelayanan publik.
“Pasar mulai sepi, daya beli masyarakat menurun, dan suasana sosial menjadi tegang. Ini bukan hanya masalah politik, tapi masalah kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat,” jelasnya.
Mundung juga menambahkan bahwa ketiadaan pemerintahan yang definitif membuat banyak program pelayanan publik terhambat.
“Bagaimana masyarakat bisa hidup tenang jika gaji guru dan tenaga medis tidak dibayarkan,” tambahnya.
Dalam dokumen Amicus Curiae, koalisi menekankan pentingnya prinsip keadilan, konstitusionalisme, proporsionalitas, serta perlunya Mahkamah Konstitusi menjaga prinsip check and balances dan tidak mengambil keputusan yang bersifat reaktif atau retroaktif.
“Sudah waktunya MK menyudahi polemik dan drama sengketa Pilkada Siak secara adil. Keputusan yang cepat dan adil akan mengembalikan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi, khususnya di tingkat daerah,” tegas Mundung.
Koalisi juga mendesak agar semua pihak menghormati hasil PSU yang telah diselenggarakan secara sah dan terbuka.
“Masyarakat sudah memilih, suara mereka harus dihormati. Jangan biarkan demokrasi kita dihancurkan oleh ambisi segelintir pihak,” tutup Mundung. (305)