BORONG | patrolipost.com – Proses pernikahan adat Manggarai mengalami sedikit demi sedikit perubahan seiring perkembangan waktu. Pernikahan orang Manggarai zaman dulu sebagian besar merupakan hasil perjodohan di antara kerabat dalam satu keluarga besar.
Tentu saja, pertemuan muda mudi yang dijodohkan tersebut tidak serta merta saling mencintai. Rasa kikuk dan malu menghiasi pertemuan pertama.
Frances Armin, seorang warga Lambaleda Selatan yang menikah pada tahun 1987 menceritakan, awalnya yang bertemu adalah Ayahnya dan Ayah istrinya yang kebetulan saling mengenal.
“Waktu itu saya masih pemuda 17 tahun, menyiapkan perjamuan saat teman Bapak datang,” ungkapnya.
Tanpa diketahui Frances, dua Ayah yang bertemu tersebut menceritakan tentang anak-anak mereka yang sudah beranjak dewasa. Teman Ayahnya menceritakan tentang anak gadisnya, sementara Ayahnya menceritakan tentang dirinya.
Setelah pertemuan tersebut, maka proses selanjutnya adalah “Laming”. Laming merupakan sebuah proses saling mengenal antara si gadis dan si pemuda. Dalam proses tersebut mereka hanya tinggal serumah dan belum boleh tidur seranjang.
“Dalam proses laming, si pemuda akan tinggal sementara dengan orangtua si gadis dan bekerja secara sukarela dalam rentang waktu tertentu,” katanya.
Pada proses itu, si pemuda akan mendapatkan penilaian dari orangtua si gadis dan juga dari gadis tersebut. Begitupun si pemuda, akan diam-diam menilai si gadis. Ketika sudah saling merasa cocok maka proses lamaran secara adat dilangsungkan.
Pada proses “laming” tidak selalu dijamin jika gadis dan pemuda akan menjadi pasangan suami istri. Jika memang tidak cocok maka si pemuda akan pulang ke rumahnya dan selanjutnya mencari info tentang gadis-gadis di tempat lain.
Keuntungan proses “laming” kata Frances, pasangan suami istri akan harmonis, karena saling belajar tabiat dan karakter terjadi sejak proses laming. Sedangkan sekarang lanjut Frances, pasangan didapatkan dengan menjalin pertemanan di media sosial.
“Satu sisi, cara dapatkan jodoh sekarang memang canggih, hanya dengan Facebook. Namun karakter pasangan tidak diketahui secara pasti sehingga percekcokan dalam rumah tangga rentan terjadi,” ungkapnya.
“Apalagi jika menikah karena ‘kecelakaan’ akibat ‘cinta satu malam’. Bisa dipastikan rumah tangga pasangan tersebut akan melalui masa-masa sulit pada awalnya dalam hal mengenal dan memaklumi satu sama lain,” pungkasnya. (pp04)