BANGLI | patrolipost.com – Sesuai penanggalan Bali, bulan Juli dan Agustus merupakan hari baik laksanakan upacara Pitra Yadnya, seperti upacara Ngaben dan Peroras. Banyak warga Bangli kini sibuk mempersiapkan upacara Ngaben dan Peroras, baik yang dilaksanakan secara mandiri atau massal.
Hal ini berimbas pada aktifitas para perajin bade dan petulangan di daerah berhawa sejuk ini. Para undagi kebajiran order.
Menurut salah seorang perajin bade (undagi) I Dewa Ketut Adnyana (45) memasuki musim pengabenan jumlah pesanan untuk sarana upacara ngaben dan proras seperti bade dan petulangan mengalami peningkatan yang signifikan. Biasanya pesanan datang tiga bulan sebelum hari pelaksanaan upacara.
”Order sudah masuk sejak bulan Mei kemarin ,” ungkapnya, Kamis (11/8/2022).
Lanjut undagi asal Banjar Tegalasah, Desa/Kecamatan Tembuku, Bangli ini, serangkaian dilangsungkannya upcara ngaben dan peroras di beberapa tempat pada bulan Juni dan Agustus dirinya mendapat order membuat petulangan jenis lembu sebanyak 9 buah, jenis singa sebanyak 1 buah dan jenis kotak 15 buah serta bade sebanyak 8 buah. Selain membuat bade dan petulangan untuk upacara Ngaben, dia juga layani pembuatan sarana upakara jenis kesi-kesi untuk upacara peroras.
Disinggung untuk harga, kata Dewa Adnyana, relatif tergantung ukuran dan ornamen yang digunakan. Harga standar jenis bade dengan ketinggian hampir 7 meter berkisar Rp 15 juta, sedangkan untuk Lembu dan Singa dibandrol dengan harga Rp 6 juta serta untuk jenis kotak Rp 2 juta.
”Karena menyangkut seni maka ada kepuasan batin melihat hasil Garapan. Oleh karena itu kami tidak serta merta terima order, jika penawaran di bawah harga standar pasti kami tolak,” tegas pria yang mengaku sudah menjadi undagi sejak tahun 1990 ini.
Selain order datang dari seputaran Bangli, juga pesanan datang dari luar daerah seperti dari Klungkung, Gianyar dan Karangasem serta Buleleng. ”Bahkan beberapa tahun lalu oder sempat datang dari krama Bali yang tinggal di Sumbawa ( NTB) dan Lampung,” ungkapnya. Khususus untuk pesanan dari luar Bali, teknis pembuatan dilakukan dengan pola bongkar pasang (knock dwon).
Untuk membuat 1 unit bade butuh waktu sekitar 10 hari dan jika pengerjaan dilakukan lembur pengerjaan tuntas dalam waktu 7 hari. Untuk proses pengerjaan terorganisir, artinya ada yang bertugas membuat ornamen berupa ukiran dan bertugas buat struktur bade dan petulangan.
”Untuk bahan kami gunakan kayu jenis albesia dan bambu, dipilihnya kayu tersebut karena selain ringan juga mudah dalam penggarapan,” sebutnya.
Sedangkan untuk kendala dalam proses pembuatan bade atau petulangan, kata Dewa Adnyana, hanya terbentur untuk pemenuhan kain. Untuk kain harus dibeli di luar kabupaten yakni Klungkung atau di Gianyar.
”Sejauh ini di Bangli belum ada toko yang jual perlengkapan sarana upakara, untuk dapat bahan baku kami membeli di luar Bangli,” ungkapnya.
Dewa Adnyana mengaku keahlian membuat bade dan petulangan tidak bisa dipisahkan dari darah seni yang mengalir dari orangtuanya yakni almarhum I Dewa Gede Tianyar yang dikenal sebagai undagi dan seorang dalang. (750)