RUTENG | patrolipost.com – Kepergian Emeritus Uskup Ruteng, Mgr Hubertus Leteng menyisakan duka bagi Umat Katolik di Manggarai Raya. Uskup Emeritus Mgr Hubert Leteng tutup usia pada Minggu (31/7/2022) dan dimakamkan, Rabu (3/8/2022).
Misa pemakaman Mgr Hubert Leteng diikuti ribuan umat. Misa itu dipimpin langsung oleh Uskup Ruteng, Mgr Siprianus Hormat bersama sejumlah Uskup dan para imam. Tampak hadir juga mengikuti misa pemakaman jenazah yakni Bupati Manggarai Heribertus Nabit, Sekda Manggarai Jahang Fansi Aldus, Sekda Manggarai Timur Boni Hasudungan Siregar dan sejumlah pejabat undangan lainnya.
Bupati Manggarai Heribertus GL Nabit dalam sambutannya menyampaikan, Kepergian mantan Uskup Ruteng dalam diamnya merupakan sebuah kritikan.
“Kepergiannya yang mendadak adalah kritik bagi kami bahwa hidup ini sesungguhnya harus dijalani dengan sederhana dan diam,” jelas Bupati Hery.
Menurut Bupati Heri, poin yang diambil dari kisah hidup mantan uskup tersebut adalah diam karena tidak pernah terdengar nada protes dan mengeluh sedikit pun dari mulutnya.
“Diam-diam, ia pergi dalam sunyi, di hari minggu pagi, ketika kita-kita yang lain bersiap-siap ke gereja untuk memuliakan nama Tuhan. Memang ia sedikit gelisah pada jam 4 pagi, begitu yang saya dengar dari testimoni para frater Keuskupan Bandung, yang menjaganya malam itu. Tapi dua jam kemudian, kegelisahannya terhenti dan diganti dengan ketenteraman Mori Keraeng Ema Pu’un Kuasa (Allah Maha Kuasa),” ungkapnya.
Bupati Heri mengungkapkan, sikap diam Emeritus Uskup Ruteng merupakan sebuah bentuk mengelola kenyataan hidupnya yang menurut masyarakat awam termasuk kontroversial.
“Dengan diamnya ini, akhirnya sedikit membantu saya memahami bagaimana dia mengelola beberapa kenyataan yang menurut kacamata saya sebagai orang awam, kontroversial,” imbuhnya.
Bupati Heri menambahkan, Kehadiran Mgr Hubert Leteng di Keuskupan Ruteng sebagai gembala agung dimulai dengan sorak-sorai gegap gempita sukacita, lagu dan tari. Langit-langit congkasae ikut bermadah dari Wae Mokel sampai Selat Sape.
“Tak lama sesudahnya, tepatnya lima tahun lalu, dia harus pergi dari sini, dalam sunyi, sendiri. Ke tanah asing yang hanya dia yang tahu. Gemuruh kata dan suara sumbang tanpa pernah ia tantang. Badai mengguncang tanpa pernah ia mengelak. Dia menerima dalam diam,” katanya.
Mengakhiri sambutannya, Bupati Hery mengutip penulis Irlandia menyampaikan setiap orang kudus selalu memiliki masa silam yang gelap dan setiap pendosa selalu memiliki masa depan.
“Every Saint has a past and every sinner has a future,” pungkasnya. (pp04)