SINGARAJA | patrolipost.com – Pemandangan ironis tersaji saat dua orang ibu-ibu terlihat melawan alat berat di sebuah lahan di wilayah Banjar Dinas Musi, Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Terlihat keduanya dan beberapa orang pria menghalang-halangi alat berat yang hendak menggusur pelinggih yang ada di areal lahan tersebut. Peristiwa itu terjadi, Selasa (18/4/2023) menyusul sengketa lahan yang terjadi sejak setahun silam.
Dalam video terlihat dua orang ibu-ibu gigih melawan alat berat yang hendak menggusur lahan sembari terus mengikuti arah alat berat yang hendak menggusur tanah. Bahkan aksinya itu nyaris melukai salah satunya. Di tengah kepanikan, mereka menangis sembari berteriak meminta tolong kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas aksi penggusuran tersebut.
“Pak Jokowi tolong kami Pak, tempat suci kami mau digusur. Kami minta perlindungan hukum. Kami rakyat kecil tolong kami pemerintah,” teriaknya. ”Ini sudah penindasan rakyat, mana keadilan hukum kami,” ucapnya.
Tidak hanya itu, mereka menyebut lahan tersebut digusur tanpa melalui proses hukum dan meminta operator alat berat untuk menghentikan pekerjaannya melakukan pengusuran. ”Ini belum ada proses hukum, tolong kami Pak Jokowi, kami rakyat kecil minta keadilan Pak,” imbuhnya.
Berkat kegigihan mereka, operator alat berat mengalah dan menghentikan penggusuran terhadap sejumlah pelinggih yang ada di kawasan lahan tersebut.
Seperti pernah diberitakan, Jumat (6/5/2022) silam, peristiwa itu berawal saat belasan orang yang tinggal di wilayah Banjar Dinas Musi, Desa Musi, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali terpaksa kehilangan tempat tinggal setelah rumah mereka dihancurkan sekelompok massa tidak dikenal yang diduga suruhan Arya Budi Giri. Penghancuran itu dipicu oleh adanya klaim lahan yang mereka tempati adalah milik Arya Budi Giri.
Padahal, warga yang terdiri dari 2 kepala keluarga itu telah menempati lahan seluas dua hektar lebih sejak tahun 1958. Mereka adalah keluarga Ni Luh Merti (76) beserta anak, menantu dan cucunya, serta keluarga I Gede Sukra Redana beserta anak dan cucunya.
Dikonfirmasi kasus tersebut Kepala Desa Musi, Kecamatan Gerokgak Nyoman Arya Swabawa melalui pesan singkat WhatsAap mengaku sedang tidak berada di tempat. Namun mengetahui dalam peristiwa warganya berusaha menghalangi pembongkaran sebuah pura.
”Saya paginya ke Singaraja dan mendapat info dari Sekdes dan Kadus kondisi di lapangan,” kata Arya Swabawa.
Soal konflik yang terjadi, Arya Swabawa juga mengelak dengan mengatakan tidak tahu menahu apa yang sedang terjadi mengingat kedua belah pihak yang tengah bersengketa masing-masing telah memiliki kuasa hukum.
”Sebelumnya sudah disampaikan oleh pihak yang akan melakukan pembongkaran didampingi Kadus, Babinsa dan Bhabinkamtibmas,” ujarnya.
Sementara itu, kuasa hukum warga tergusur I Nyoman Mudita SH mengatakan, pemilik awal lahan sebelum diambil alih paksa merupakan pemegang hak redistribusi lahan dari pemerintah. Namun selanjutnya ada upaya rekayasa terhadap hak redis warga yang dilakukan oleh jaringan mafia tanah.
“Secara de facto warga menguasai lahan bahkan hingga membuat tempat suci berupa merajan/dadia. Nah, pelaku kejahatan ini yang mengubah surat-surat tanah melalui jaringan mafia tanah,” jelas Mudita.
Menurutnya, jaringan mafia tanah mengubah data-data tanah sehingga memudahkan mencaplok tanah-tanah warga. Seperti yang terjadi dalam kasus pengusiran warga yang mendiami lahan seluas 2 hektar di Banjar Dinas Musi, Desa Musi. Surat kepemilikan yang dikuasai pihak lain tidak ada hubungan sejarah dengan tanah yang digusur. Sertifikat yang ada diragukan dan telah digunakan untuk membuldozer tanah warga. Sehingga kasus itu sudah laporkan ke Polda Bali adanya dugaan perusakan.
“Tindakan membuldozer itu tidak manusiawi. Masak dengan berbekal sertifikat meragukan mereka melakukan bulldozer. Jika saja ada warga yang terkena cangkang bulldozer akan terjadi peristiwa pidana. Kita akan kejar termasuk siapa yang menyuruh,” tandasnya. (625)