NUSA DUA | patrolipost.com – Sidang Sinode V Keuskupan Denpasar hari ke-4, Kamis (30/11) dimulai dengan sidang pleno untuk mendengarkan laporan hasil diskusi kelompok tahap kedua yang dilaksanakan sehari sebelumnya. Sidang pleno yang membahas isu strategis pastoral itu dipandu langsung oleh Ketua Steering Committee RD Evensius Dewantoro.
Pembahasan dan diskusi tentang isu strategis pastoral ini sangat menarik. Sejak dibukanya sesi tanggapan kepada forum sinode, dinamika sidang sungguh terasa. Tidak hanya muncul pertanyaan informatif dan konfirmatif atas apa yang dipaparkan oleh kelompok diskusi, tetapi berbagai pandangan kritis, usul, saran, gagasan maupun yang bersifat evaluasi terdengar riuh rendah dalam ruang Sinode V ini.
Salah satu pembahasan yang cukup mendapat atensi dari forum ini adalah ketika pembahasan isu strategis mengenai titik magnetik atau daya tarik karya Pastoral di Gereja lokal Keuskupan Denpasar. Munculnya gagasan untuk dibentuknya Komisi Pariwisata, sebagai salah satu karya pastoral yang bisa menjadi daya tarik bagi Gereja lokal Keuskupan Denpasar.
“Mengingat Keuskupan Denpasar ini, baik Bali maupun Nusa Tenggara Barat (NTB) terkenal sebagai kawasan destinasi wisata internasional,” ungkap Romo Evensius.
Diskusi tentang Komisi Pariwisata ini sangat menarik perhatian peserta sidang karena beberapa pandangan yang muncul. Bahkan masih banyak peserta yang ingin menyampaikan tanggapan dan minta bicara kepada pimpinan sidang. Namun karena keterbatasan waktu, sehingga tidak semua yang meminta bicara dilayani. Terkait Komisi Pariwisata ini, pimpinan sidang meminta tanggapan khusus dari Uskup Denpasar, Mgr DR Silvester San Pr yang selama sidang Sinode ini selalu setia dari awal hingga akhir sidang setiap harinya.
Menanggapi hal tersebut, Mgr DR Silvester San menyampaikan bahwa Keuskupan Denpasar sejatinya sudah membentuk Divisi Pariwisata di bawah Komisi PSE. Namun keberadaan divisi ini kurang berjalan dengan baik sehingga tidak dilanjutkan. Namun ia menegaskan bahwa bisa saja Divisi atau Komisi Pariwisata itu dibentuk, tetapi harus jelas dulu posisioningnya. Posisioningnya untuk bisnis atau pelayanan. Jika posisioningnya jelas, selanjutnya harus ada konsep yang jelas juga untuk menjalankannya.
“Kalau tanpa konsep yang jelas, jangan sampai kita bentuk dan jalan sebentar saja. Ibarat seperti hangat-hangat tai ayam,” ujarnya.
Sebagai informasi, membaca dari sejarah dibentuknya Pusat Pastoral (Puspas) tahun 1991, sempat ada Komisi Pariwisata dengan Ketua Komisinya RP Norbert Sadeg SVD (alm.) Namun komisi ini tidak muncul lagi setelah ada pembaruan struktur pasca Sinode I 2001. Jejak sejarah ini penting diketahui, sekaligus sebagai bahan evaluasi mengapa komisi yang kelihatannya keren di tengah pariwisata Bali dan Lombok yang tersohor di seluruh dunia, tetapi justru tidak bisa bertahan. (007)