GIANYAR | patrolipost.com – Pengadilan Negeri (PN) Gianyar menyidangkan kembali kasus pemalsuan akta jual beli Villa Bali Rich Ubud, Kamis 19 Januari 2023. Kasus ini disidangkan kembali setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Mahkamah Agung atas PK yang membebaskan para terdakwa.
JPU PN Gianyar I Wayan Adi Pranata SH mengajukan memori Peninjauan Kembali (memori PK) Nomor TAR3385/N.1.15/Eku.2/12/2022 tanggal 26 Desember 2022 terhadap Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 41 PWPid/2021 tanggal 15 September 2021 yang membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 534 K/Pid/2020 tanggal 30 Juni 2020 atas nama Hartono SH.
Selanjutnya melalui Akta Pernyataan Peninjauan Kembali Penuntut Umum No: 6/Akta.Pid.B/2022/PN Gin tanggal 27 Desember 2022 mengajukan permintaan Peninjauan Kembali terhadap putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor 41 PK/Pid/2021 tanggal 15 September 2021 yang membatalkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 534 K/Pid/2020 tanggal 30 Juni 2020 atas nama Hartono SH.
Menanggapi hal ini Ketua PN Gianyar Sonny Alfian Blegoer Laoemoery SH mengeluarkan Penetapan Nomor: 145/Pid.B/2019/PN.Gin tentang penunjukan Majelis Hakim untuk memeriksa perkara tersebut. Waktu pelaksanaan sidang pada 19 Januari 2023 pukul 09.00 Wita di Pegadilan Negeri Gianyar Jl Ciung Wanara Gianyar, Bali.
Agenda sidang sesuai dengan permintaan JPU yakni memeriksa dan penyumpahan kembali bukti-bukti (novum) dalam perkara atas nama Hendro Nugroho Prawira Hartono. Menimbang bahwa sebelum berkas perkara dikirim ke Mahkamah Agung RI, perlu untuk dilakukan persidangan atas alasan / bukti baru yang diajukan Penuntut Umum tersebut. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No 14 tahun 1985 pasal 67 butir b sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 5 tahun 2004 dan telah diubah lagi dengan Undang-Undang No 3 tahun 2009 tantang Mahkamah Agung RI.
Hartono, pria kelahiran Jakarta 9 Mei 1971 beralamat di Metro Permata 1/8 RT 005/002 Kelurahan Karya Mulya, Kecamatan Karang Tengah Kota Tangerang, Banten ini merupakan notaris yang memalsukan akta otentik dokumen dalam penjualan Villa Bali Rich. Atas tindakannya itu pemilih sah Villa Bali Rich, Hartati mengalami kerugian Rp 38 miliar.
Perkara ini sudah berlangsung lebih dari 7 tahun. Berawal dari keinginan Hartati menjual Bali Rich Villa Ubud (PT Bali Rich Mandiri) kepada Terdakwa Asral Bin H Muhammad Sholeh senilai Rp 38 Miliar. Dalam proses jual beli, Asral baru melakukan pembayaran Down Payment (DP) sebesar Rp 1 miliar dengan bukti kwitansi No.5438 tanggal 9 Juli 2015.
Properti tersebut berdiri di atas tanah seluas 7.355 meter persegi dan terdiri dari 17 unit villa, masing-masing ada private pool dengan 19 kamar, restoran, main pool dan spa beserta fasilitas dan perlengkapannya dengan nilai jual beli sebesar Rp 38 miliar.
Dari DP Rp 1 miliar, Hartati menerima Rp 500 juta dan Djarius Haryanto selaku pemilik dan pemegang saham 10% menerima 500 juta. Dalam fakta persidangan Djarius juga memberikan keterangan bahwa belum menerima pelunasan yang seharusnya Rp 3,8 miliar.
“Sampai dengan saat ini, Asral tidak pernah melakukan pembayaran sampai dengan pelunasan,” ujar Hartati.
Disebutkan, inti dari kasus ini adalah Hartati sebagai penjual tidak pernah dilunasi. Namun saham sudah dibalik nama dengan tindak pidana “Pemalsuan Surat” oleh para terdakwa.
Tanpa adanya pelunasan, terjadi jual beli saham dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bali Rich Mandiri tanggal 21 Desember 2015 dimana Hartati tidak pernah tahu dan tidak pernah hadir serta tanda tangan Hartati dipalsukan. Faktanya, pada tanggal 21 Desember 2015, Hartati berada di Jakarta.
Saksi fakta Poetriyani Koffah yang melihat Hartati di Jakarta sudah memberikan kesaksian pada fakta persidangan di PN Gianyar.
Atas dasar kerugian yang sudah nyata tersebut, Hartati membuat laporan polisi di Bareskrim Mabes Polri dengan Nomor: LP/419/IV/2017/Bareskrim terhadap 4 orang yaitu Suryady alias Suryady Azis, I Hendro Nugroho Prawiro Hartono, Tri Endang Astuti dan suaminya Asral Bin Muhammad Sholeh, terkait dengan tindak pidana pemalsuan dan atau memberikan keterangan palsu pada akta otentik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP dan atau Pasal 266 KUHP.
“Dari hasil penyidikan, penyidik menetapkan 2 tersangka baru yaitu Notaris Hartono SH dan I Putu Adi Mahendra (staf Notaris),” terangnya.
Bahwa sesuai dengan SP2HP Ke-IV Nomor: B/23/I2018/DitTipidum dari hasil pemeriksaan Laboratoris Kriminalistik Mabes Polri tanggal 26 Oktober 2017 dengan memakai 3 pembanding yaitu KTP asli, KK asli, Buku Tabungan BCA asli (tidak menggunakan Paspor) terhadap tanda tangan Hartati di dalam:
1) Berita Acara RUPS Luar Biasa PT. Bali Rich Mandiri tanggal 21 Desember 2015.
2) Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri antara Hartati dan Suryady tanggal 21 Desember 2015.
3) Jual Beli Saham PT Bali Rich Mandiri antara Hartati dan Tri Endang Astuti tanggal 21 Desember 2015.
Dengan hasil Non Identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda dengan tanda tangan asli Hartati. Dimana sesuai dengan yang diperintahkan dan disaksikan oleh 2 Penyidik Bareskrim Polri, Hartati sudah bertanda tangan sebanyak 30 kali. Sudah prosedural dan sesuai Protap.
Setelah berkas penyidikan dinyatakan P21, Jaksa Penuntut Umum meneliti berkas dan menyatakan sudah layak untuk disidangkan.
Fakta persidangan di Pengadilan Negeri Gianyar, para terdakwa mengakui bahwa harga jual beli 1000 lembar saham PT Bali Rich Mandiri adalah Rp 38 Miliar dan terdakwa Asral baru membayar Down Payment sebesar Rp 1 Miliar pada tanggal 9 Juli 2015.
“Sehingga tidak pernah ada pelunasan dari nilai jual beli sebesar Rp 38 Miliar. Para terdakwa juga mengakui bahwa RUPS PT Bali Rich Mandiri tanggal 21 Desember 2015 tidak pernah ada alias palsu,” terangnya.
Berpedoman pada fakta persidangan beserta bukti dan saksi, Hakim PN Gianyar dalam putusannya menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Pemalsuan Surat”, Turut Serta Melakukan Pemalsuan Surat”, “Menyuruh Menempatkan Keterangan Palsu ke Dalam Surat Otentik”, dimana putusan PN Gianyar telah dikuatkan oleh Putusan Kasasi Pidana Mahkamah Agung RI yang tetap menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana sesuai dengan dakwaan. Kemudian, telah dilaksanakan eksekusi terhadap para terdakwa dan sudah menjadi narapidana di Rutan Gianyar.
Namun pada tingkat Peninjauan Kembali (PK), Mahkamah Agung RI dalam putusan PK Nomor 41 PK/Pid/2021 tertanggal 15 September 2021 memutuskan terdakwa Hartono bebas murni. Keputusan bebas murni juga berlaku untuk 4 terdakwa lainnya dalam kasus yang sama. (807)