SINGARAJA | patrolipost.com – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, Ade T Sutiawarman meresmikan Bale Adhyaksa di Desa Lokapaksa, Kecamatan Seririt, Buleleng, Rabu (6/4). Kajati Bali didampingi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Buleleng Rizal Syah Nyaman serta sejumlah pejabat teras Buleleng dan Forkomcam Seririt, aparatur Desa Lokapaksa dan Tokoh Masyarakat serta Tokoh Adat.
Dengan diresmikannya Bale Adhyaksa itu, Kejari Buleleng menjadi Kejaksaan pertama di lingkungan kerja Kejaksaan Tinggi Bali yang membetuk Rumah Restorative Justice.
Kajati Bali Ade T Sutiawarman mengatakan, Restorative Justice merupakan kebijakan Jaksa Agung RI yang dituangkan dalam Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2000 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Restorative Justice. Kebijakan ini menjadi harapan baru masyarakat untuk menyelesaikan persoalan penegakan hukum yang selama ini terpendam. Namun demikian pelaksanaan kebijakan tersebut harus diselaraskan dengan konsepsi tujuan hukum dan sistem hukum di Indonesia.
“Berdasarkan Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2000, batasan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice yaitu tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana diancam dengan pidana denda atau diancam dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun dan tindak pidana dilakukan dengan nilai barang bukti atau nilai kerugian yang ditimbulkan akibat dari tindak pidana tidak lebih dari Rp 2.500.000,” jelas Ade T Sutiawan.
Menurutnya, selain batasan-batasan tersebut, faktor penting lainnya adalah pelaku mendapatkan maaf dari korbannya. Bahkan, pelibatan tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat sekitar untuk memberikan rekomendasi dapat atau tidaknya dilakukan restorative justice.
”Hasil musyawarah pelaku, korban termasuk keluarga korban, pemuka agama dan pemuka adat serta tokoh masyarakat inilah yang kemudian diminta persetujuannya dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan RI,” imbuhnya.
Kata Kajati lebih lanjut, pembentukan Bale Adhyaksa yang merupakan Rumah Restorative Justice pertama di Bali diharapkan menjadi sarana penyelesaian perkara diluar persidangan sebagai alternatif solusi memecahkan permasalahan penegakan hukum dalam perkara tertentu yang belum dapat memulihkan kedamaian dan harmoni dalam masyarakat seperti sebelum terjadinya tindak pidana.
“Bale Adhyaksa ini pada hakikatnya juga diharapkan dapat menjadi triger untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat, untuk bersama-sama masyarakat menjaga kedamaian dan harmoni serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap sesamanya yang membutuhkan pertolongan,” tandasnya.
Sementara itu, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana memberikan apresiasi atas kebijakan hukum berupa Restorative Justice serta diresmikannya Bale Adhyaksa. Dengan kebijakan itu, katanya, menjadi harapan baru bagi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan hukum tanpa mengesampingkan keadilan di masyarakat.
“Kehadiran Bale Adhyaksa di Kabupaten Buleleng diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat terkait masalah-masalah hukum. Saya mendukung kehadiran kebijakan Restorative Justice dikarenakan hal ini juga menjadi kepentingan dari pimpinan daerah untuk tetap menjaga kedamaian di masyarakat,” kata Agus Suradnyana.
Dipilihnya Desa Loakapaksa menjadi lokasi pertama dibangunnya Bale Adhyaksa serta Rumah Restorative Justice menjadi kebanggaan tersendiri buat Kepala Desa Lokapaksa Putu Dody Tryana. Terlebih salah satu warganya yang berurusan hukum telah menerima cara penyelesaian melalui kebijakan restorative justice dari Kejaksaan Negeri Buleleng.
“Kami bangga dipilihnya Desa Lokapaksa sebagai lokasi pertama di Propinsi Bali yang menjadi tempat dibentuk Rumah Restorative Justice yang diberi nama Bale Adhyaksa. Kami berharap setelah ini keharmonisan warga di Desa Lokapaksa semakin terwujud dengan kehadiran Bale Adhyaksa Kejari Buleleng,” tandasnya. (625)