SINGARAJA | patrolipost.com – Trauma mendalam masih dirasakan oleh dua orang yang berhasil lolos dari maut pada kecelakaan laut tenggelamnya Kapal Motor Penumpang (KMP) Yunicee di sekitar Pelabuhan Gilimanuk, Jembrana, Selasa (29/6) malam. Mereka adalah ayah-anak, Ketut Budi Astrawan (39) dan Ni Kadek Ayu Novi Antari (13), asal Banjar Dinas Insakan, Desa Pedawa, Kecamatan Banjar, Buleleng, tercatat sebagai korban selamat dari musibah itu.
Pria berprofesi sopir truk logistik Jawa-Bali ini berhasil selamat setelah melompat bersama putrinya akibat KMP Yunicce oleng dan karam karena diduga pecah pada bagian lambung. Ia bersama putri bungsunya tengah dalam perjalanan pulang ke Buleleng setelah dari Mojokerto, Jawa Timur, memuat pakan konsentrat, yang rencananya dikirim ke gudang di Desa Banyuatis, Kecamatan Banjar, Buleleng.
Astrawan mengaku berangkat dari Klungkung ke Mojokerto Sabtu (26/6) membawa muatan kelapa. Usai melakukan bongkar muat, Astrawan kembali dan tiba di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi pada Selasa (29/6) sore. Tidak seperti biasanya menggunakan kapal jenis tongkang untuk menyeberang, kali ini ia memilih KMP Yunicee setelah rekannya sesama sopir mengajak untuk menggunakan kapal naas itu menyeberang ke Bali.
“Saat berlayar, muatan kapal tidak penuh. Hanya saat proses muat terlihat air naik dan oleh anak buah kapal hal itu dikatakan biasa selama proses muat dan akan hilang dengan sendirinya. Ternyata informasinya kapal sudah dalam kondisi bocor, namun dipaksakan berangkat,” sesal Astrawan, Kamis (1/7-2021).
Saat tengah berada dalam perjalanan, tutur Astrawan, tiba-tiba sejumlah kru kapal meminta sopir untuk turun ke bawah menggeser kendaraannya lantaran posisi kapal tiba-tiba miring. Ia bersama putrinya tengah berada di ruang penumpang bergegas turun dan melihat ada kepanikan penumpang dan berebut jaket pelampung. “Saya sendiri tidak mendapat jaket pelampung dan bersyukur anak saya mendapat. Karena kapal semakin oleng dan miring, saya bersama anak langsung terjun ke laut,” katanya.
Astrawan mengaku sempat terpisah dengan putrinya sejauh 10 meter akibat derasnya arus air saat itu. Namun putrinya berhasil dijangkau kembali setelah berusaha keras melawan arus. Selama proses menyelamatkan diri itu, Astrawan mengaku ada dua korban yang melakukan upaya penyelamatan dengan bergelayut pada dirinya. ”Dua korban lainnya memegang pundak dan lehar saya karena tidak menggunakan pelampung. Akibatnya saya nyaris tenggelam karena beban dua orang itu cukup berat,” imbuhnya.
Dalam kondisi gelap, Astrawan bersama putrinya terapung dalam air selama 30 menit sebelum mendapatkan pertolongan dari kapal tongkang yang kemudian mengevakuasinya menggunakan tali. ”Saya sudah pasrah dan tidak peduli tanpa pelampung. Bagi saya yang penting anak selamat. Beruntung ada kapal mendekat dan memberikan pertolongan dan mengevakuasi saya ke Pelabuhan Ketapang,” jelasnya.
Setiba di darat, Astrawan dilarikan ke RSUD Blambangan, Banyuwangi selama beberapa waktu diberi perawatan medis. Setelah kondisinya membaik, mereka diantar pulang oleh rekan sesama komunitas sopir logistik ke Desa Pedawa, Rabu (30/6) malam.
“Biasanya saya ditemani Gede Agus (17) putra saya. Kali ini tumben anak perempuan saya ingin ikut,” ucapnya.
Mantan sopir freelance yang sebelum pandemi Covid-19 biasa mengantarkan wisatawan ini mengaku cukup trauma setelah peristiwa itu. Terlebih ia melihat beberapa korban mengambang sudah dalam kondisi meninggal. Atas peristiwa itu, Astrawan berencana menggelar upacara ngulapin menunggu kondisinya dan putrinya kembali pulih.
“Saya masih trauma, terlebih saat malam hari jika ingat kembali peristiwa itu, saya jadi lemas. Setelah ini saya belum ada keinginan untuk nyopir lagi, saya ingin istirahat,” tandasnya. (625)