LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menetapkan tarif masuk Kawasan Taman Nasional Komodo Rp 3,75 juta/orang/tahun atau Rp 15 juta untuk 4 orang. Dalam pengelolaannya ditunjuk PT Flobamor melalui Perjanjian Kerjasama dengan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK).
Tarif masuk yang fantastis ini memantik protes dari berbagai kalangan, termasuk penunjukan PT Flobamor sebagai pihak pengelola tunggal yang dituangkan dalam akta Perjanjian Kerja Sama (PKS) sehingga dianggap monopoli.
Dalam kerjasama itu, baik PT Flobamor yang merupakan BUMD milik Pemerintah Provinsi NTT maupun Balai Taman Nasional Komodo akan bekerjasama dalam bidang penguatan Fungsi dan Kelembagaan di Kawasan Taman Nasional Komodo.
“Penguatan fungsinya itu apa? Fungsi konservasi, bagaimana konservasi tetap bisa berjalan bahkan dikembalikan fungsinya seperti sediakala tanpa harus mengganggu pariwisata. Jadi yang dikerjasamakan oleh BTNK dan PT Flobamor hanya dua pulau, Pulau Komodo dan Pulau Padar, itu pun hanya pada zona pemanfaatan dan kawasan perairan sekitarnya,” ujar Direktur Operasional PT Flobamor, Abner ER Ataupah.
Abner menjelaskan, dalam menjalankan fungsi Penguatan Konservasi ini, PT Flobamor memiliki kewajiban untuk menjalankan sejumlah program konservasi diantaranya program digitalisasi management, patroli bersama, pengelolaan sampah, tranplantasi terumbu karang, pemberdayaan masyarakat serta program – program lainnya.
Program program konservasi ini jelas Abner telah dituangkan dalam rencana kerja tahunan yang termuat dalam PKS bersama BTNK dengan nilai mencapai Rp 141 miliar pada tahun pertama. Hal ini pun yang menyebabkan PT Flobamor menetapkan biaya kontribusi konservasi pada kedua pulau ini sebesar 3.750.000 rupiah per orang per tahun atau secara akumulatif Rp 15 juta per empat orang untuk periode satu tahun.
“Dalam PKS itu, PT Flobamor berkewajiban untuk memenuhi program – program tersebut yang nilainya sebesar Rp 141 miliar selama satu tahun sehingga PT Flobamor bisa menetapkan biaya kontribusi konservasi, bukan kenaikan tiket. Jadi tiket itu tetap. Tiket itu sudah masuk didalam biaya kontribusi Konservasi tadi tersebut sehingga bisa dijalankan dengan izin usaha pariwisata jasa wisata halal yang juga dikeluarkan oleh KLHK,” ucapnya.
Adapun biaya kontribusi konservasi sebesar Rp 15 juta per empat orang pertahun ini jelas Abner sudah mencakup biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) baik dalam bentuk karcis masuk Pulau Padar, Pulau Komodo serta kegiatan trekking maupun diving dan snorkeling di perairan sekitar Taman Nasional Komodo.
Selain itu, termasuk didalamnya pula penyediaan sejumlah fasilitas bagi kontributor (wisatawan) mulai dari kepengurusan bagasi di bandara Komodo, akses Lounge Bandara Komodo, penyediaan souvenir UMKM lokal hingga pada penyediaan sarana transportasi.
Terkait penyediaan fasilitas dalam Bandara Komodo, penyediaan souvenir hingga penyediaan sarana transportasi, Abner memastikan akan dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak – pihak terkait.
“Jadi sebenarnya Flobamor ini bukan monopoli atau bukan mengurusi semua bisnis tersebut karena tidak mungkin kemampuan Flobamor mencakup semua bisnis tersebut, jadi dikerjasamakan,” ujarnya.
“Contoh taksi dikerjasamakan dengan asosiasi taksi lokal, lalu bandara dengan pihak otoritas bandara, souvenir dengan perajin suvenir dari Kampung Komodo misalnya. Begitu juga desa – desa lain di Manggarai Barat kita juga rangkul tidak terbatas hanya pada Kampung komodo saja,” lanjutnya.
Lanjut Abner, didalam biaya kontribusi konservasi sebesar Rp 15 juta untuk empat orang per tahun ini juga telah memuat biaya Pendapatan Asli Daerah, baik bagi Provinsi NTT maupun bagi Kabupaten Manggarai Barat. Adapun penentuan besaran jumlah PAD ini akan dilakukan mengikuti peraturan yang berlaku.
“Lalu ada PAD, selain fasiltas tadi ada PAD untuk Pemprov dan Pemkab Mabar sendiri dan mungkin saja terbuka ruang untuk pendapatan desa. Jadi PAD ini tetap kita mengikuti peraturan yang berlaku kita tidak bisa menentukan ini harus berapa, itu harus berapa, kita harus mengikuti peraturan yang berlaku,” urainya.
Terkait pemberlakuan biaya kontribusi konservasi selama satu tahun, menurutnya, pemberlakuan tarif untuk selama satu tahun ini berangkat dari fakta di lapangan dimana wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Komodo cenderung memilih paket wisata dengan durasi perjalanan wisata lebih dari dua hari dengan menggunakan kapal kapal pinisi.
“Kenapa berlaku satu tahun, karena paket-paket yang tersedia di lapangan atau di travel agent ini jarang sekali paket untuk satu hari satu malam atau satu hari full. Biasanya tiga hari dua malam, empat hari tiga malam, bahkan ada divers yang bisa sampai seminggu di laut, masuk keluar terus. Jadi Kami memutuskan untuk membuat satu paket yang berlaku selama satu tahun,” tuturnya.
Selain sebagai salah satu upaya untuk menambah lama tinggal wisatawan, kondisi ini juga dirasa akan memberikan kemudahan bagi para pencinta lingkungan maupun para peneliti serta orang orang yang peduli akan konservasi untuk memiliki akses masuk yang lebih banyak ke Taman Nasional Komodo tanpa harus khawatir untuk membayar tiket masuk lagi.
“Jadi kalau ada orang yang mau menginap empat hari tiga malam, tujuh hari enam malam, dia cuma bayar sekali, atau bulan depan dia mau datang lagi dia tidak perlu bayar lagi, dia hanya perlu membayar paket wisata yang ditawarkan oleh teman-teman Tour Operator, atau travel agent. Dan itu tadi, kita juga tidak mengurusi hal itu, karena itu urusan dari teman teman operator atau travel agent. Untuk Flobamor juga tidak ada kemampuan mengurusi jasa wisata untuk kapal kapal pinisi seperti itu,” tutupnya.
Sebelumnya, kehadiran PT Flobamor untuk turut ikut mengelola kawasan Taman Nasional melalui penyediaan sistem jasa wisata mendapatkan penolakan dari pelaku pariwisata di Labuan Bajo. Kehadiran PT Flobamor ini dianggap akan memonopoli bisnis pariwisata di Labuan Bajo. (334)