SINGARAJA | patrolipost.com – Polemik soal sewa lahan di rencana lokasi bandar udara (Bandara) di Desa/Kecamatan Kubutambahan, Buleleng mulai terkuak. PT Pinang Propertindo (PP) selaku pemegang hak sewa mengakui belum membayar lunas uang sewa lahan kepada Desa Adat Kubutambahan selaku pemilik lahan.
Tak hanya itu, soal isu lahan sewa yang menjadi jaminan bank senilai Rp 1,4 triliun juga dijelaskan untuk menjawab sak wasangka publik yang sempat mengemuka selama ini.
PT Pinang Propertindo berkedudukan di Jakarta memberikan penjelasan via surat ditujukan kepada Desa Linggih Desa Adat Kubutambahan beserta prajuru serta seluruh komponen adat desa setempat. Dalam penjelasannya melalui surat yang ditandatangani Lucky Winata, selaku Direksi sejumlah isu dijawab. Di antaranya soal sewa lahan, kredit sebesar Rp 1,4 triliun dan penelantaran lokasi lahan yang disewa.
Lucky Winata mengakui telah menyewa lahan milik Desa Adat Kubutambahan seluas 370,80 hektar dari tahun 2000 hingga 2091 senilai Rp 3.997.987.250. Dan nominal yang telah dibayarkan sebesar Rp 2.496.053.750. Dengan demikian, kata Lucky Winata, PT Pinang Propertindo masih memiliki kewajiban kepada Desa Adat Kubutambahan sebesar Rp 1.501.933.500.
”Mengingat situasi ekonomi dalam masa pandemi Covid-19, PT Pinang Propertindo akan melunasi sisa pembayaran paling lambat bulan Desember 2021,”demikian Lucky Winata.
Selain itu, PT Pinang Propertindo mengambil kebijakan untuk menunda sisa pembayaran. Penyebabnya permohonan izin kepada pemerintah untuk usaha agrowisata dan surat izin mendirikan bangunan pada tahun 2014, ditolak. Pemkab Buleleng beralasan di lokasi yang sama akan dibangun bandara dan sudah ditetapkan melalui RTRW.
”Karena tidak bisa melakukan pembangunan, kami menunda pelunasan yang jatuh tempo tahun 2014 dan 2017,” imbuhnya.
Sedang soal kredit senilai Rp 1,4 triliun, PT Pinang Propertindo tidak pernah melakukan pinjaman dan hanya berperan sebagai dukungan collateral SHGB kepada sister company sebagai jaminan tambahan dan bukan jaminan utama. Hingga saat ini sebagian besar kredit berjalan dengan baik dan lancar.
“Memang ada satu kredit bermasalah bagian pinjaman dari sister company atas nama PT BIM untuk proyek di Batam, namun jaminan asset PT BIM melebihi (mengcover) nilai pinjaman. Posisi PT Pinang Propertindo hanya memberikan beberapa SHGB tambahan jaminan atas kredit PT BIM tersebut,” jelasnya.
Dan PT BIM gagal membayar kredit akan dilikuidasi oleh kreditur, namun PT Pinang Propertindo tidak dilikuidasi. Saat ini aset PT BIM akan dilelang dan bila telah menyelesaikan pinjaman maka jaminan tambahan aset PT Pinang harus dikembalikan.
“Kami (PT Pinang Propertindo) akan menyelesaikan jaminan tambahan itu SHGB itu paling lambat sebelum berakhir masa waktunya. Ini juga untuk menjawab isu bahwa duwen pura Desa Adat Kubutambahan akan disita atau dilelang tidak benar,” tegasnya.
Lucky Winata menambahkan, tudingan PT Pinang Propertindo menelantarkan tanah sewa milik desa adat, juga tidak benar. Berdasar surat sewa menyewa tanggal 1 November 2001 dan 14 April 2002, PT Pinang telah melakukan usaha pertanian dengan jagung gembal bekerja sama dengan SMK Bali Mandara. Awalnya berhasil, namun sejak distribusi air distop oleh Desa Bulian, usaha tersebut kemudian berhenti.
“Secara fisik lahan itu saat ini dikuasi Desa Adat Kubutambahan dan digarap oleh krama desa adat untuk usaha pertanian dan peternakan. Dan hasilnya untuk kas Desa Adat Kubutambahan,” tutupnya.
Sementara itu, Kelian Bendesa Adat Kubutambahan Drs Jro Pasek Ketut Warkadea, saat dikonfirmasi Selasa (23/2) membenarkan telah menerima surat dari PT Pinang Propertindo. Surat tersebut sebagai penjelasan atas isu yang berkembang belakangan berkait soal rencana di lahan tersebut akan dibangun bandara.
“Dan surat itu sudah kami sampaikan kepada Desa Linggih Desa Adat Kubutambahan, Prajuru desa adat, pemuka dan karma desa adat. Kami berharap surat itu bisa menepis isu negatif yang berkembang selama ini,” tandasnya. (625)