Amien Rais Sebut Jokowi Pecinta PKI, Mahfud MD Membantah

amien
Amien Rais. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Melalui akun Youtube-nya, Amien Rais menuding Presiden Joko Widodo (Jokowi) pecinta Partai Komunis Indonesia (PKI). Tudingan itu dilontarkannya karena adanya permintaaan maaf Pemerintah Indonesia kepada orang-orang yang terlibat kaum kiri yang tertuang dalam Keppres No 17 Tahun2022.

“Nah jadi Jokowi bukan kader PKI, itu saya iyakan. Dia bukan kader PKI, saya setuju. Tapi Si Mulyono ini, Jokowi jelas pencinta PKI,” ujar Amin Rais dalam video.

Bacaan Lainnya

“Lihat saja Keppres Nomor 17 Tahun 2022 yang berisi permintaan maaf kepada PKI. Oleh karena itu, kita semua harus mengawasi kegiatan dan kelakuan Mulyono sekeluarga. Jangan sampai mereka merusak masa depan bangsa,” lanjutnya, dikutip dari wartakotalive.com

Namun pernyataan Amien Rais soal PKI tersebut dibantah mantan Menko Polhukam, Mahfud MD lewat status twitternya @mohmahfud, Rabu (11/9/2024).

Dalam postingannya, Mahfud MD mengkoreksi pernyataan Amien Rais.

“Ada koreksi untuk Pak Amien Rais. Yang Bapak katakan bahwa Kepres No. 17 Thn 2022 berisi permintaan maaf Presiden Jokowi kepada PKI itu TIDAK BENAR,” tulis Mahfud MD.

“Kepres itu hanya berisi pengakuan terjadinya pelanggaran HAM Berat atas 13 kasus. Presiden harus mengakui karena itu adalah keputusan Komnas HAM,” bebernya.

Lebih lanjut dipaparkannya, berdasarkan Tap MPR dan Undang-Undang yang dibuat ketika Amien Rais memimpin MPR, Mahfud menjelaskan yang berwenang menentukan terjadinya pelanggaran HAM Berat itu adalah Komnas HAM.

Sehingga ditegaskan Mahfud, Presiden tidak boleh tidak mengakui. Dan atas langkah Presiden dengan Keppres Nomor 17 Tahun 2022 Dewan HAM PBB secara resmi memberi apreasiasi kepada Pemerintah Indonesia.

“Sebelum Presiden mengeluarkan Kepres 17 tersebut. memang ada yang usul agar Presiden meminta maaf kepada PKI, tetapi usul itu DITOLAK,” ungkap Mahfud MD.

“Ada juga usul agar Pemerintah menulis ulang sejarah 1965/1966. Ini juga kita tolak. Sebab jika Pemerintah yang menulis sejarah nanti bisa diubah lagi oleh Pemerintah berikutnya,” jelasnya.

“Makanya kita hanya mengatakan, universitas atau lembaga Riset silakan saja menulis sejarah secara ilmiah, dana bisa dari Pemerintah untuk riset. Namun hasilnya tidak harus merupakan pandangan pemerintah. Sejarah 1965/1966 sudah banyak ditulis dan versinya bermacam-macam. Silakan kalau mau diteliti lagi secara ilmiah,” bebernya. (807)

Pos terkait