Bupati Manggarai Barat Diperiksa Terkait Lahan Pemda Senilai Rp 1 Triliun

Sisi Barat Lahan Keranga yang menjadi sengketa. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sengketa kepemilikan lahan Pemda di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali mencuat ke publik, setelah beberapa tahun tidak diproses. Terbaru, Kejaksaan Tinggi Kupang pada Selasa (30/9/2020), kembali memeriksa beberapa nama.

Diantaranya Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, mantan Sekda Kabupaten Manggarai Frans Paju Leok, Don Endo mantan pegawai pertanahan Kabupaten Manggarai, dan Haji Ramang Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang.

Bacaan Lainnya

Dari pantauan dan informasi yang didapat patrolipost.com di Kejaksaan Negeri Manggarai Barat (Mabar) beberapa nama pejabat yang aktif dan yang sudah pensiun diperiksa terkait lahan milik Pemkab Manggarai Barat  yang diduga berpotensi hilang dan bisa menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 1 triliiun lebih. Nilai itu berdasarkan asumsi harga lahan di sekitar tempat tersebut bisa mencapai Rp 3,5 juta per meter.

Bupati Manggarai Barat Ahustinus Ch Dula  diperiksa dari pukul 09.00 hingga sore kemarin.  Meski demikian beberapa rekan media yang memantau di depan pintu keluar kantor Kejari Manggarai Barat hingga malam  tidak melihat Bupati Manggarai Barat keluar dari ruang pemeriksaan. Bupati Dula diduga meninggalkan kantor Kejari melewati bagian belakang kantor Kejari, dan pulang tanpa menggunakan mobil yang mengantarnya, meski mobil tersebut terlihat sudah siap menunggu diluar.

Namun hingga mobil tersebut beranjak keluar dari kantor Kejari Mabar, Bupati Dula tidak terlihat memasuki mobil tersebut. Bupati Dula diduga diantar kembali pulang oleh mobil lain. Hal ini didasari sebelum mobil pribadi Bupati Dula meninggalkan kantor Kejari Mabar, terlihat 2 mobil lainnya meninggalkan kantor Kejari Mabar. Berselang 15 menit kemudian satu persatu kedua mobil tersebut Kembali. Berselang 10 menit kemudian mobil yang mengantar Gusti Dula meninggalkan kantor Kejari Mabar.

Selain Bupati Manggarai Barat, tampak juga mantan Sekda Manggarai Frans Paju Leok keluar dari ruangan Kejari Mabar pada pukul 17.55 Wita. Menurut keterangan mantan Sekda Mabar ini, aset Pemda tersebut diserahkan fungsionaris adat Nggorang, yakni Haji Ishaka (alm) kepada Pemkab Manggarai saat dirinya menjabat sebagai Asisten I di Kabupaten Manggarai, sebelum pemekaran Kabupaten Manggarai Barat. Namun proses administrasi belum sempat diurus hingga pemekaran dari kabupaten induk Kabupaten Manggarai menjadi Kabupaten Manggarai Barat, tanah aset milik Pemda ini belum terdaftar di bagian asset.

“Kepada penyidik saya ceritakan apa adanya. Apa yang saya buat waktu itu,  saya ceritakan. Yah bahwa itu tanah Pemda. Saya mengukuhkan kembali apa yang saya buat tentang tanah itu. Karena perintah pimpinan waktu itu untuk melakukan pengukuran,” ujar Frans.

Hanya yang disayangkan, kata Frans, selama ini tidak pernah diperjelas statusnya sejak Mabar (Manggarai Barat) terpisah. Tahun pengukuran Mei 1997, dengan total luas 30  hektar. Penyerahannya waktu itu seluas itu,  makanya dilakukan pengukuran. Dulu BPN dilibatkan untuk melakukan pengukuran, Camat Komodo waktu itu Vinsen Dahur. “Saya pada saat proses pengukuran waktu itu menjabat sebagai Asisten 1 Asisten Tata Praja yang membidangi ini,” sambung Frans.

Ditambahkan Frans Paju Leok bahwa lahan yang diberikan Fungsionaris Adat ini rencananya akan dibangun Sekolah Menengah Perikanan, berdasarkan instruksi Bupati Manggarai saat itu Gaspar P Ehok. Karena itu dirinya  bersama Kadis Perikanan pada waktu itu, Fidelis Kerong datang untuk mengecek lokasi tersebut, dan melakukan pengukuran. Bahkan menurut Frans Paju Leok kegiatan tersebut ada dokumen dan dokumentasinya (foto kegiatan).

Atas hal tersebut mantan Sekda di Manggarai ini mengutarakan kekecewaannya terhadap aset Pemda ini yang sampai sekarang tidak menjadi aset Pemda, apalagi di lahan tersebut mempunyai potensi yang sangat luar biasa.

“Saya secara pribadi tidak rela, karena tanah itu diberikan untuk kepentingan umum. Kalau ada proses individualisasi di dalamnya, berarti ada penyimpangan hukum dan setiap pelanggaran itu harus diproses sesuai hukum yang berlaku apalagi ini menyangkut kepentingan masyarakat Mabar,” tegasnya.

Sementara itu salah seorang yang diperiksa oleh Tim Kejaksaan Tinggi adalah Haji Ramang Ishaka, selaku anak dari dari Fungsionaris Adat Nggorang pada tahun 1997, Dalu Ishaka.

Haji Ramang sendiri terlihat  keluar dari kantor Kejaksaan pada pukul 18.00 Wita, dan sempat mengeluarkan komentar ke awak media yang menyatakan bahwa lahan tersebut adalah milik Pemkab Mabar yang sudah diserahkan oleh ayahnya yakni Haji Ishaka selaku Fungsionaris Adat Nggorang pada waktu itu.

“Pada intinya lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektar. Itu adalah tanah yang diserahkan oleh Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemerintah Kabupaten tingkat II Manggarai pada Saat itu, tahun 1997,” ujar Ramang.

Menurutnya, ada dua kali pengukuran, pertama tahun 1997 dilakukan oleh BPN Manggarai. Pengukuran yang kedua itu tahun 2015 sesuai permintaan dari Pemkab Mabar dalam rangka Sertifikasi Tanah Pemda di Keranga.

“Saya hadir hanya saat persiapan lapangan sebelum hari pengukuran,  sesuai dengan data yang ada pada kami yang ditinggalkan oleh orangtua selaku Fungsionaris Adat Nggorang. Dan dokumen dokumen yang sudah dilakukan pengukuran tahun 1997 oleh BPN Manggarai terhadap lokasi itu. Saya yakin itu lahan milik Pemda Mabar yang diserahkan oleh Fungsionaris untuk kepentingan umum,” tutupnya.

Sementara itu, salah seorang penyidik Kejati NTT, Robert Lambila ditemui saat keluar dari kantor Kejari Mabar hanya berkomentar pendek terkait hasil pemanggilan para pejabat dan mantan pejabat tersebut.

“Kalau itu aset Pemda harus diserahkan kembali ke Pemda,” ucap Robert singkat. (334)

Pos terkait