SINGARAJA | patrolipost.com – Tindakan represif terhadap para pengunjuk rasa yang menolak rencana pembangunan Gardu Induk (GI) milik PT PLN (Persero) di wilyah Banjar Dinas Juntal, Desa Tinga-Tinga oleh warga Lingkungan RT 01 Dusun Pungkukan Desa Celukan Bawang Kecamatan Gerokgak terus berlanjut. Setelah sempat mendapat perlakuan kasar oleh aparat diantaranya ibu-ibu dipaksa keluar dari lokasi lahan milik PLN yang tengah dilakukan proyek pengerjaan pagar, kembali warga mendapat perlakuan intimidatif berupa dugaan kriminalisasi.
Empat warga Dusun Pungkukan dipanggil Sat Reskrim Polres Buleleng untuk dimintai keterangan terkait proses penyelidikan dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan tuduhan melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas.
Informasi di lapangan menyebutkan empat warga yang dipanggil tersebut yakni Kepala Dusun/Kelian Banjar Dinas Pungkukan Saharudin dan tiga lainnya yakni Ismail, Siti Komariah dan Susianti. Mereka diminta menghadap Senin (17/7/2023) untuk dimintai keterangan atas peristiwa yang terjadi Senin (11/7/2023) di lokasi Gardu 150 KV Banjar Dinas Juntal.
Adapun pemanggilan pihak Kepolisian terkait adanya dugaan perbuatan tidak menyenangkan dan atau tindak pidana melawan seorang pejabat yang tengah menjalankan tugas yang sah seperti yang diatur dalam Pasal 335 dan atau Pasal 212 KUHP.
Kepala Desa/Perbekel Celukan Bawang H Muhajir membenarkan pemanggilan warganya itu oleh Reskrim Polres Buleleng. Hanya saya dia mengaku belum mengetahui secara detail rencana pemanggilan tersebut. Namun demikian, pihaknya berharap kasus tersebut bisa diselesaikan dengan baik tanpa menyeret warganya ke ranah pidana.
“Saya sayangkan, saya juga minta kepada warga untuk lebih sabar menghadapi masalah yang tengah dihadapi. Jika pun PLN akan membangun gardu induk di lokasi tersebut saya pasti akan turun tangan membicarakan masalah itu dengan para pihak,” kata Muhajir, Minggu (16/07/2023).
Hal yang sama disampaikan anggota DPRD Buleleng H Mulyadi Putra. Anggota Dewan asal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengaku akan ikut mendampingi warga ke Polres Buleleng untuk memenuhi panggilan penyidik Reskrim Polres Buleleng.
“Yang jelas saya akan ikut dampingi warga karena jangan sampai niat awal warga hendak menyampaikan aspirasi berujung pidana. Ini kan tidak elegan buat kondusifitas kawasan itu ke depan,” kata politisi PKB asal Desa Penyabangan tersebut.
Saat dimintai keterangan adanya pemanggilan warga tersebut kepolisian terkesan tertutup. Kapolres Buleleng AKBP I Made Dhanuardana saat dikonfirmasi belum memberikan respon setelah dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp. Hanya saja Kasat Reskrim Polres Buleleng AKP Picha Armaedi mengaku pemanggilan tersebut berdasar adanya laporan.
”Karena ada laporan dari pelapor,” ujarnya singkat.
Sebelumnya Sabtu (15/07/2023), puluhan warga kembali mendatangi lokasi pekerjaan pemagaran lokasi rencana dibangunnya gardu induk untuk meminta pekerjaan dihentikan sebelum tercapai kesepakatan dengan mereka. Sayangnya pihak PLN mulai represif dengan mendatangkan puluhan aparat Kepolisian dari Polres Buleleng untuk menghadapi warga pengunjuk rasa.
Warga pengunjuk rasa diantaranya ibu-ibu dipaksa keluar dari lokasi lahan milik PLN yang tengah dilakukan proyek pengerjaan pagar. Selain diancam akan diangkut, seorang ibu juga didorong serta pengunjuk rasa tidak diperkenankan menggunakan handphone merekam aksi. Kondisi itu membuat sebagian peserta unjuk rasa ketakutan oleh sikap intimidatif aparat terhadap mereka.
“Kami merasa diteror oleh sikap aparat Kepolisian dan pihak PLN yang memperlakukan kami dengan cara-cara tidak persuasif. Ini sangat disayangkan karena penyampaian aksi juga dilindungi undang-undang,” tegas koordintaor aksi Fathurrahman usai aksi, Sabtu (15/07/2023). (625)