LEWOLEBA | patrolipost.com – Sejak ratusan tahun lalu warga desa nelayan Lamalera di Pulau Lembata, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki tradisi berburu paus atau yang disebut dengan baleo oleh warga setempat.
Wisatawan mancanegara mengenal tradisi ini sebagai lamalera ‘Whale Catching Adventure’. Tradisi berburu paus ini diperkirakan sudah ada sejak berdirinya kampung nelayan Lamalera di ujung Selatan Lembata sekitar 1500 tahun lalu.
Selain itu, menurut catatan dokumen Portugis yang berasal dari tahun 1643 sudah menyebutkan bahwa perburuan paus sudah dilakukan di Desa Lamalera. Bagi warga Desa Lamalera paus bukanlah mamalia sembarangan, mereka menganggapnya sebagai anugerah dari Tuhan untuk menjaga kelestarian dan budaya di desa tersebut.
Oleh sebab itu, proses penangkapannya pun tidak boleh sembarangan. Saat perburuan satu-satunya spesies paus yang tidak mereka buruk adalah Paus Biru. Alasannya, bukan hanya karena jenis paus tersebut dilindungi secara internasional, tapi menurut cerita yang beredar di rakyat Lembata dahulunya paus biru pernah menyelamatkan sebuah keluarga di Lembata.
Melansir akun YouTube @KEPO, perburuan paus umumnya dilakukan selama bulan Mei hingga November yakni saat paus bermigrasi dari laut di Australia untuk mencari air yang lebih hangat di laut tropis. Kala bermigrasi, paus akan melewati Laut Sawu yang ada di Lembata pada tanggal 1 Mei. Warga akan mengadakan prosesi upacara sebagai tanda dimulainya musim berburu paus.
Masyarakat di Lembata berburu paus dengan menggunakan perahu tradisional yang disebut dengan Paledang. Perahu ini diawaki oleh tujuh sampai 14 orang dimana masing-masing diberi tugas khusus dengan satu juru tombak yang disebut dengan Lava.
Sebelum perburuan, juru tombak pemula akan belajar membedakan paus yang boleh diburu dan tidak serta cara menombaknya. Hal ini sangat penting sebab ada pantangan bagi masyarakat di Lembata dalam hal berburu paus. Misalnya dilarang berburu paus hamil, paus muda dan paus kawin. Warga di Lembata percaya jika menombak paus yang hamil atau paus yang masih muda akan membawa musibah bagi desa.
Jadi, juru tombak harus benar-benar tahu paus mana yang boleh menjadi targetnya. Pada saat perburuan mereka akan menentukan apakah paus tersebut boleh diburu atau tidak. Apabila telah ditetapkan sebagai target, juru tombak akan lompat dan menombak paus yang tengah melintas dengan Tempuling. Tempuling adalah tombak kayu sepanjang kurang lebih 4 meter dengan mata tombak dari besi sepanjang 30 cm.
Setelah itu anggota tim lainnya juga akan melemparkan lebih banyak tombak ke mangsanya dan setelah paus mati, mereka bersama-sama membawa hasil buruan ke atas perahu dan membawanya ke desa.
Sesampainya paus di daratan, mereka membagi-bagikan dagingnya kepada seluruh masyarakat kampung dan nantinya daging hasil buruan ini juga akan dibarter di pasar tradisional dengan kebutuhan pokok lainnya.
Tradisi perburuan paus ini sempat mendapat tantangan dari pemerintah daerah dan beberapa organisasi pelestarian alam, namun setelah mereka mengamati dan memahami makna tradisi tersebut mereka memutuskan bahwa tradisi ini masih diperbolehkan dilakukan. Perburuan paus di Pulau Lembata Lamalera ini memang bukan untuk kebutuhan komersil, melainkan seperlunya saja. Paus yang ditangkap dalam setahun juga tidak sampai 20 ekor. (pp04)