LABUAN BAJO | patrolipost.com – Maraknya kasus pencurian dengan melibatkan anak di bawah umur menjadi perhatian serius jajaran anggota Kepolisian Sektor (Polsek) Lembor, Polres Manggarai Barat, Polda NTT.
Menjadi perhatian serius mengingat jumlah kasus tindak pidana pencurian dengan status pelaku masih di bawah umur pada wilayah hukum Polsek Lembor yang meliputi 3 kecamatan yakni Kecamatan Lembor, Lembor Selatan dan Welak masih sangat tinggi.
Kapolsek Lembor Ipda Yostan Alexandria Lobang SH menyampaikan di tahun 2022 jumlah kasus mencapai 19 kasus, sementara sepanjang tahun 2023 ini telah terjadi 11 kasus.
Hal ini disampaikan Ipda Yostan dalam gelaran Jumat Curhat melalui diskusi Coffee Morning bersama insan pers dan seluruh anggota Polsek Lembor bertempat di Polsek Lembor, Jumat (21/7/2023).
Dijelaskan Yostan, dalam proses penanganannya, dari 19 kasus di tahun 2022, satu kasus sudah dalam tahapan P21, 13 kasus dengan status henti lidik dan 5 kasus dalam tahapan penyelidikan. Sedangkan pada proses penanganan 11 kasus di sepanjang tahun 2023, dua kasus sudah dalam tahapan P21 dan 9 kasus lainnya sedang dalam tahapan penyelidikan.
Banyaknya penanganan kasus pencurian yang terpaksa harus terhenti setelah adanya proses damai antara pelaku dan korban atau melalui pendekatan keadilan restorative dianggap belum cukup ampuh dalam mengurangi jumlah aksi pencurian dengan melibatkan pelaku dibawah umur.
Yostan menyampaikan tingginya kasus pencurian ini turut dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adanya pemahaman bahwa perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur tidak akan mendapatkan hukuman. Hal ini pun turut menyebabkan adanya kesan pembiaran dari beberapa orangtua pelaku atas sejumlah kasus yang dilakukan berulang kali.
“Pertama ada pemahaman yang dibangun di kalangan masyarakat di 3 kecamatan ini, mereka jelaskan kalau ada anak melakukan tindak pidana itu dia tidak dihukum, padahal itu pemikiran yang salah,” ujarnya.
Yang kedua, pengawasan orangtua terhadap anak itu sangat kurang. Orangtua ketika anak keluar sampai berhari – hari (ada pelaku yang diamankan sudah 2 minggu tidak pulang ke rumah) tidak merisaukannya. Mereka fokus bekerja tapi tidak ada pengawasan terhadap anak – anak. Jadi kadang jika anak mau makan tapi tidak tau mau makan dimana makanya muncul niatnya mencuri.
Bahkan pada kasus tertentu, aksi pencurian ini kata Yostan juga dilakukan atas dasar suruhan orang dewasa. Umumnya para pelaku berusia 8 – 17 tahun.
Yostan pun berharap agar para orangtua lebih meningkatan pengawasan kepada anak anak. Selain itu dalam upaya menekan pertumbuhan angka kasus pencurian ini, seluruh jajaran anggota Polsek Lembor telah diimbau untuk berkomitmen untuk mengutamakan pemberian hukuman yang bermuara pada efek jera dibanding melalui proses damai.
“Kasus pencurian kita mulai tegas, tidak ada proses damai secara kekeluargaan, kita dapat baik anak atau dewasa kita langsung proses. Harus ada yang bisa membuat efek jera, tidak cukup dengan proses damai terus tapi nanti buat lagi,” ungkapnya.
Adapun penanganan hukum atas kasus tindak pidana pencurian dengan melibatkan anak di bawah umur telah diatur dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak. Selain itu, Yostan juga menyebutkan pihaknya juga bekerja sama dengan lembaga perlindungan anak dalam memberikan pendampingan dan bimbingan jika tersandung kasus.
Selain kasus pencurian, sejumlah kasus yang turut menjadi perhatian serius yakni kasus kekerasan pada perempuan dan anak serta Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO.
“Salah satu juga yang menjadi perhatian kita adalah kasus TPPO. Kita adalah daerah perekrut, Lembor Selatan dan Welak yang jadi atensi untuk TPPO. Untuk mencegah itu kita terus melakukan sosialisasi lewat momen Jumat Curhat, di sekolah – sekolah atau di Paroki kita sampaikan, setiap ada momen yang pas kita sampaikan dan peringatkan soal itu,” ujarnya.
Hadirkan Taman Baca
Tingginya kasus pencurian dengan melibatkan anak di bawah umur pada wilayah hukum Polsek Lembor ternyata menguak kisah lain. Di Mako Polsek Lembor terdapat sebuah Taman Baca. Yostan menyebutkan Taman Baca ini dihadirkan sebagai ide responsif atas banyaknya pelaku di bawah umur yang ternyata belum pandai membaca.
“Kenapa kita hadirkan Taman Baca, karena pada penanganan beberapa kasus yang kita tangani ketika anak sebagai pelaku pada saat kita interogasi ataupun wawancara itu harus didampingi oleh orang lain untuk bisa membacakan. Karena seusia anak 12-14 tahun belum bisa membaca dengan baik itu sangat memperihatinkan, makanya kita buat taman baca ini,” ungkapnya.
Taman Baca ini mulai dihadirkan pada tanggal 1 Juli 2023 lalu, bertepatan dengan peringatan Hari Bhayangkara. Taman Baca ini dibuka setiap hari Jumat dan rata rata dihadiri oleh anak anak PAUD, SD hingga SMP. Meski belum banyak diminati dan jumlah buku bacaan masih terbatas, namun pada setiap pelaksanaanya, Taman Baca ini biasa dikunjungi 10-11 siswa PAUD maupun Sekolah Dasar.
“Sepanjang ini belum ada antusiasme anak, masih sangat sedikit karena belum terlalu banyak yang tau ada taman baca di sini. Palingan sekitar lingkungan Polsek saja. Rata rata 10-11 siswa, itu biasanya juga tidak tentu. Dan juga memang taman baca ini masih ada kekurangan dari sisi buku khusus anak, buku dongeng atau buku – buku pendidikan.”
“Taman baca ini kita hanya siapkan buku jika anak anak hadir, kita tidak siapkan guru guru, kita hanya dorong minat baca anak – anak tapi ke depan kita mau kerjasama dengan sekolah baik PAUD untuk hadirkan anak anak di Taman Baca, istilahnya pindah kelas saja,” ungkap Yostan. (334)