SINGARAJA | patrolipost.com – Dugaan penyimpangan pengelolaan LPD Desa Adat Anturan, Buleleng masih terus didalami penyidik Kejaksaan Negeri Buleleng. Fakta baru yang ditemukan, adanya dugaan pengelolaan kredit fiktif dengan mengatasnamakan nasabah yang telah melunasi kreditnya.
Hal itu terungkap setelah sejumlah saksi memberikan keterangan di hadapan penyidik pidana khusus (Pidsus) yang mengindikasikan adanya praktik pengelolaan kredit fiktif.
Kasus dugaan penyelewengan asset sekaligus pengelolaan keuangan LPD Adat Anturan berawal dari adanya laporan sejumlah nasabah yang kesulitan saat akan menarik simpanannya berupa deposito maupun tabungan sejak tahun 2020 silam. Masyarakat yang tidak bisa menarik uangnya di LPD tersebut, bukan saja dari krama Desa Adat Anturan, tapi krama dari luar desa adat yang ikut menyimpan uang di LPD itu. Penyebabnya, diduga karena kredit macet dan banyaknya LPD memiliki asset tanah kavling. Belakangan diketahui asset tersebut belum laku terjual akibat situasi pandem Covid-19.
Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Buleleng Anak Agung Ngurah Jayalantara mengatakan, untuk mengungkap dugaan salah kelola LPD Anturan, penyidik telah memeriksa 16 saksi yang merupakan nasabah LPD setempat. ”Kita hanya minta klarifikasi apakah benar memiliki kredit di LPD Anturan,” kata Agung Jayalantara, Kamis (27/5/2021).
Agung Jayanlantara yang juga Humas Kejaksaan Negeri Buleleng ini mengaku menemukan fakta adanya dugaan kredit fiktif berdasarkan keterangan nasabah saat dimintai klarifikasi. Modusnya, beberapa nasabah selaku kreditor telah menyelesaikan kewajibannya namun tercatat masih memiliki kredit.
“Ada keterangan yang menyebutkan sudah lunas setahun lalu, tapi namanya masih tercatat. Kita sebut ini baru indikasi karena kemungkinan namanya dipakai pihak yang tidak bertanggungjawab,” imbuhnya.
Atas fakta itu, kata Agung, penyidik terus mendalami kemungkinan itu dengan memeriksa 6 orang pengurus LPD Anturan dan 2 saksi dari Lembaga Pengawas (LP) LPD Buleleng selain 16 saksi dari nasabah.
Untuk melengkapi berkas penyidikan, sejumlah barang bukti telah disita. Diantaranya puluhan dokumen berupa bilyet giro (BG), sejumlah rekening bank, hingga 12 sertifikat tanah kavling yang diduga terdapat indikasi penyimpangan, termasuk menyita 1 unit mobil Toyota Fortuner hitam bernopol DK 1375 UZ.
Agung Jayalantara mengaku, untuk mengungkap kasus tersebut bukan tanpa kendala. Dan kendala yang paling krusial adanya ketakutan masyarakat atau nasabah saat dimintai klarifikasi oleh penyidik.
“Sebaiknya masyarakat tidak takut untuk dimintai klarifikasi karena tidak akan tersangkut persoalan hukum. Proses ini hanya untuk membuka jangan sampai ada nasabah yang sudah lunas namun namanya masih tercantum sebagai kreditur,” tandas Agung Jayalantara. (625)