BANGLI | patrolipost.com – Mundurnya I Ketut D selaku Bendesa Adat Sulahan, Kecamatan Susut, Bangli mengundang tanda tanya. Beredar informasi pengunduran I Ketut D karena diduga tidak mampu memperttanggungjawabkan atas penggunaan dana desa adat tersebut.
Mantan Penyarikan Dalem, I Dewa Putu Adnyana Putra bersama Krama Adat Sulahan, I Wayan Suda dan Jro Tawa mengungkapkan, Bendesa Adat Sulahan, I Ketut D dan Penyarikan I Dewa Made W mengundurkan diri dan lari dari paruman di Pura Dalem, Selasa (18/4) lalu. Hal ini karena yang bersangkutan tidak bisa mempertanggungjawabkan dana BKK (Bantuan Sosial Semesta Berencana) dan Dana Adat lainnya.
Adapun penggunaan dana yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yakni Dana BKK tahun 2020-2022. “Menurut dia, bahwa dana tersebut tidak perlu dipertanggungjawabkan kepada krama. Seolah-olah uang milik nenek dan kakeknya sendiri,” kata Dewa Adnyana Putra, Kamis (27/4/2023).
Lebih lanjut, bahwa ada juga pelaporan fiktif yang akhirnya terjadi pemalsuan tanda tangan. Tidak hanya itu, ada perampasan hak Petanjuh dan Pemangku.
Dewa Putu Adnyana mencontohkan, pelaporan insentif petajuh tertera Rp 8.650.000 per tahun. Tetapi yang diterima petajuh hanya Rp 1.000.000 per tahun. Pemangku Rp 1.500.000 per tahun tapi diterima Rp 500.000 per tahun. Berikutnya di Pesantian, ada pengeluaran dana Rp 5.800.000 atas nama Ketut Mustika. Tetapi setelah dicroschek Ketut Mustika hanya diberikan Rp 3.000.000 juta. Dalam laporan dikeluarkan Oktober 2021, tapi uang diberikan pada 2023.
“Menurut Pak Mustika uang dikasih Rp 3.000.000, itupun dikasih tahun 2023. Berarti sudah terjadi perampasan,” sebutnya, seraya menambahkan ini baru sebagian kecil, kaena masih banyak lagi persoalan lainnya.
Sementara itu, Wayan Suda menambahkan terkait Dana Adat, bahwa ada penarikan Rp 1.515.000.000 dari LPD Adat Sulahan ke BPD. Pemindahan dari LPD ke BPD selama 8 bulan. Dana tersebut baru dikembalikan Rp 1,5 miliar.
“Baru dikembalikan Rp 1,5 miliar. Sedangkan Rp 15 juta belum kembali dan pertanggungjawaban bunga tidak ada. Ini pun tanpa kesepakatan krama dalam pemindahan,” jelasnya.
Ada pula pengambilan uang di LPD dengan jumlah Rp 170 juta. Kontrakan laba Desa sebesar Rp 50 juta. Ditambahkan pula, bahwa penggunaan dana penanganan Covid-19 juga dipersoalankan. Bahkan kini sudah dalam penanganan di Kejaksaan Negeri Bangli. Krama berharap penggunaan anggaran dapat dipertanggungjawabkan.
Di sisi lain, I Ketut D saat dikonfirmasi menegaskan kemunduran dirinya bukan karena adanya tudingan tersebut, melainkan untuk regenerasi. Pihaknya pun angkat suara terkait insentif, yang mana kalau pemangku tidak dapat insentif sesuai dengan SK. Tetapi di Sulahan ada kesepakatan untuk bagi rata pada pengayah.
“Memang jumlahnya tidak mencapai Rp 1.500.000 juta karena kita bagi rata sesuai dengan uang yang ada,” tegasnya.
Kemudian yang mendapatkan insentif sesuai SK adalah Bendesa, staf administrasi. Di Sulahan tidak mengangkat staf administrasi karena ada penyarikan (sekretaris) dan petengen (bendahara). Maka keuangan dibebankan ke staf administrasi. Selain itu ada juga untuk prajuru lainnya.
Ketut D mengklaim bahwa selama menjadi Bendesa tidak pernah menikmati insentif karena insentif tersebut dihaturkan ke adat. Kecuali ada kesepakatan bersama prajuru membuat busana dari insentif. Baru dirinya menerima busana tersebut.
Terkait pemindahan dana dari LPD ke BPD, Ketut D menyebutkan bahwa pada pemindahan tersebut sebagai prajuru ada kebijakan yang dilakukan. Saat itu di LPD bebannya besar maka dipindahkan sementara ke BPD.
“Itu kebijakan sebagai pemimpin, tidak ada semata-sama memindahkan. Kan ada beberapa hal yang dilaksanakan antara kebijakan pemimpin kapan diambil, kapan dilaksanakan,” kata Ketut D.
Diakui pula, saat paruman Ketut D sudah melakukan klarifikasi. Bantuan yang turun ke adat bertahap, hal ini tidak ketahui oleh masyarakat.
Dia mencontohkan program Bulan Bahasa, dilaksanakan Bulan Februari sementara dana belum cair. Sehingga ditalangi. “Jadi kapan dana keluar saat itu kita buatkan kwitansi pembayaran. Kapan penarikan di buku tabungan maka langsung dibayarkan,” ujarnya.
Disinggung terkait penggunaan dana dalam penanganan Covid-19, Ketut D mengaku tidak tahu persoalan tersebut.
“Saya tidak tahu masalah itu,” ungkapnya seraya menyebutkan bahwa selama sebagai Bendesa sudah bekerja sesuai dengan regulasi, baik rencana kerja tahunan (RKT) dan penggunaan dana sesuai Buku Kas Umum (BKU). (750)